GELORA.CO - Seorang perempuan bernama Diah Mardani menceritakan pengalamannya yang mencekam saat menumpang pesawat Lion Air rute Denpasar-Jakarta pada Minggu malam, 28 Oktober 2018.
Penerbangan itu, kata Diah, sudah tampak gejala tak beres sejak awal. Soalnya jadwal penerbangan ditunda hingga lebih dua jam, seharusnya pukul 18.30 WIT tetapi diberangkatkan pada 21.15 WIT. Sebelumnya bahkan diumumkan bahwa pesawat diterbangkan pada pukul 21.30, namun terbang lebih awal dari yang dijadwalkan semula.
Peristiwa selanjutnya yang dia anggap ada yang tak beres dengan pesawat itu ialah ketika pesawat baru saja lepas landas. Pesawat turbulensi hebat: naik dengan kecepatan tinggi, lalu seperti anjlok seolah tanpa tenaga, dan begitu seterusnya berkali-kali.
“Para penumpang panik. Sangat mencekam. Goyangannya sangat berasa,” kata Diah dalam forum Indonesia Lawyers Club di tvOne pada Selasa malam, 30 Oktober.
Hal ganjil lain dalam penerbangan itu, kata Diah, ialah lampu tanda kenakan sabuk pengaman (seat belt) menyala terus sepanjang perjalanan. Padahal, biasanya kalau pesawat sudah stabil di angkasa, lampu tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan.
Di tengah perjalanan, Diah dan beberapa orang lain dalam pesawat itu mencium aroma tak sedap. “Saya dan beberapa teman mencium bau agak gosong, seperti kampas rem,” ujarnya. Tetapi tak ada penjelasan apa pun tentang bau aneh itu dan baunya hilang tak lama kemudian.
Peristiwa turbulensi hebat seperti saat lepas landas terjadi lagi ketika pesawat itu hendak mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangeran, Banten. Pesawat terasa anjlok beberapa kali. Namun tak ada pemberitahuan apa pun tentang peristiwa itu.
Supriyanto Sudarto, rekan kerja Diah yang juga di dalam pesawat yang sama, memberikan kesaksian serupa. Menurutnya, pesawat itu memang seperti anjlok atau kehilangan tenaga beberapa kali saat lepas landas maupun mendarat.
“(pesawat itu) nge-gas seperti ada suara yang kurang enak. Seperti anjlok, naik, anjlok lagi,” katanya.
Lalu, ketika di tengah perjalanan, Supriyanto melihat pilot atau kopilot keluar dari ruang kokpit dan pergi ke bagian belakang kabin. “Kami lihat ada pilot dua-tiga kali keluar. Ke belakang ngambil koper. Saya tidak tahu apa yang diambil. Lalu ngambil satu buku, saya tidak tahu.”
Belakangan, Supriyanto mengaku menyadari bahwa pesawat yang ditumpangi itu bernomor registrasi PK-LQP, kode registrasi yang sama dengan pesawat JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pagi esok harinya. Namun kode penerbangan pesawat yang ditumpangi Supriyanto dan rekan-rekannya JT-043, bukan JT-610.
Keesokan harinya, Supriyanto mengingat lagi pesawat yang dia tumpangi malam sebelumnya setelah mengetahui kabar ada pesawat Lion Air hilang kontak. “Jangan-jangan itu pesawat kita yang kemarin,” ujarnya. [viva]