GELORA.CO - Anggota Komisi V DPR Ridwan Bae mendesak agar maskapai Lion Air diaudit pasca jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang di Karawang Utara, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) kemarin.
Ridwan mengatakan, bila hasil audit ternyata ada pelanggaran, maka izin maskapai Lion Air harus dicabut.
Dia menyebut, maskapai pesawat dengan berbiaya rendah alias murah itu harus tetap memikirkan pentingnya keselamatan penumpang.
"Kalau didapatkan (pelanggaran) harus dilakukan tindakan. Tindakannya tidak setengah-setengah kalau itu memang didapatkan, merugikan masyakarat Indonesia pemakai penerbangan ini, maka harus cabut izin, jangan ragu-ragu," kata Ridwan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Ketua DPP Partai Golkar ini mengungkapkan, opsi untuk pemberhentian izin operasi maskapai penerbangan berbiaya murah (Low Cost Carrier/LCC) sudah lama menjadi pertimbangan Komisi V DPR RI.
Apalagi sejumlah pelanggaran selama ini telah banyak merugikan masyarakat yang menggunakan maskapai penerbangan Lion Air.
Ridwan pun membeberkan beberapa masalah yang kerap dihadapi oleh Lion Air, mulai dari sering delay, tergelincir hingga sumber daya manusia yang dimiliki Lion Air.
"Pemerintah harusnya lebh serius untuk mengamati persoalan manajemen Lion ini, dan Lion bukan cuman ini (bermasalah), saja" sesal dia.
Lion Air adalah maskapai penerbangan yang kerap bermasalah. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, setidaknya Lion Air sudah mencatatkan 16 kali insiden berbahaya. Tapi pemerintah bukannya memberikans sanksi tegas, Lior Air malah justru tampak diistimewakan sehingga terus mengudara di langit Indonesia.
Para pengamat penerbangan bahkan telah berulang kali mengkritisi maskapai berlambang Singa Merah. Kritikan dan saran berangkat dari fakta bahwa maskapai ini sering mengalami insiden fatal sejak 2002-2018. Aneh bin ajaib, 16 kali insiden berbahaya buah karya Lion Air justru membuat keberadaanya semakin moncer.
Pengamat AEPI, Salamuddin Daeng ikut angkat bicara terkait diistimewakannya Lion Air oleh pemerintahan Joko Widodo.
Dalam keterangan persnya, Salamuddin mengatakan Presiden Jokowi benar-benar telah melakukan blunder yang sulit diterima nalar terkait dengan jatuhnya bandara Halim Perdanakusuma ke tangan maskapai swasta Lion Air.
“Kali ini yang diambil asing adalah aset pertahanan strategies TNI Angkatan Udara yakni bandara. Perusahaan yang mengambil pun adalah perusahaan penerbangan swasta Lion Air yang diduga adalah milik negara tetangga yang mau bangkrut yakni Singapura.
Proses ini terjadi setelah Lion Air memenangkan sengketa atas Bandara Halim Perdanakusuma di Mahkamah Agung (MA) melawan Koperasi TNI Angkatan Utara dan PT Angkasa Pura. Lion Air akan menjadi air mata bagi bangsa Indonesia. Perusahaan ini cepat atau lambat akan menjadi pukulan telak yang akan melumpuhkan kedaualatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ketahanan sektor penerbangan.
Bagaimana tidak, perusahaan ini mewariskan beban yang luar biasa besar bagi ekonomi Indonesia. Perusahaan Lion Air bagaikan vacuum cleaner akan menyedot ekonomi rakyat Indonesia untuk dikirimkan ke Singapura, Amerika dan Eropa. Perusahaan yang dibangun dengan utang segunung telah digaransi oleh pemerintah melalui skema export credit agencies (ECA),” ujar Salamuddin.
Terlepas dari itu, dalam catatan redaksi, pada tahun 2002 silam Lion Air mengalami insiden gagal mengudara dan terperosok setelah badan pesawat meninggalkan landasan pacu di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau, lebih dari lima meter. Akibatnya, 7 orang penumpang mengalami luka berat dan ringan.
Pada tahun 2004, pesawat Lion Air tergelincir saat mendarat di bandara Adisumarmo, Solo dan mengakibatkan 26 penumpang meninggal dunia. Seakan tak jera, pada tahun 2005 maskapai mengalami pecah ban saat mendarat di bandara Hasanuddin, Makassar. Pada tahun 2006, cuaca buruk membuat pesawat tergelincir saat mendarat di Bandara Juanda, Surabaya.
Tahun 2012, Singa Merah tergelincir di Bandara Supadio, Pontianak akibat roda sebelah kanan amblas. Pada 2013, Lion Air ‘melaut’ di laut dekat bandara Ngurah Rai, Bali, saat akan mendarat. Dikabarkan tidak ada korban jiwa, hanya beberapa orang mengalami luka ringan.
Pada tahun 2014, Singa Merah mengalami dua insiden; mendarat darurat di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai Bali akibat cuaca buruk dan gagal mendarat akibat angin kencang yang menganggu pendaratan pesawat jenis Boeing tersebut.
Pada tahun 2015, ada dua insiden yang dialami Lion Air; terpaksa mendarat di Bandara Surabaya. Ini terjadi lantaran temperatur udara di kabin terlalu dingin hingga membuat air membeku dan mendarat di Bandara Internasional Hang Nadim Batam karena mengalami kerusakan pada sayap. Kabarnya, 210 orang yang berada dalam pesawat dalam kondisi selamat.
Pada tahun 2016, Singa Merah tercatat; tergelincir di Bandara Juanda akibat landasan licin, Batik Air berbenturan dengan Transnusa, Pilot Lion Air mogok (menganggu penerbangan), serta pesawat Lion Air JT161 dari Singapura salah menurunkan penumpang di pintu masuk domestik Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Dan tahun 2017, pesawat JT 028 rute Jakarta-Denpasar milik maskapai penerbangan Lion Air mengalami penundaan terbang (delay) di Bandara Soekarno-Hatta, Senin (3/3/2017). [tsc]