GELORA.CO - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjamin pelayanan kesehatan bayi baru lahir melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Pada masa 28 hari sejak dilahirkan, bayi harus dicakup oleh JKN untuk mengantisipasi bila harus mendapatkan perawatan lanjutan. Meskipun bayi itu belum didaftarkan sebagai peserta BPJS oleh orangtuanya," kata Ketua KPAI, Susanto.
Dia mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) no. 82 tahun 2018 tentang JKN mengatur bayi yang baru lahir di-cover BPJS.Pasal 16 ayat (1) Perpres no. 82 tahun 2018 tentang JKN dinyatakan bayi baru lahir dari peserta jaminan kesehatan wajib didaftarkan paling lambat 28 hari sejak dilahirkan.
"Bunyi pasal tersebut sejalan dengan perjuangan KPAI selama ini. Mengingat angka kematian balita tertinggi di Indonesia terjadi pada masa baru lahir sampai berusia 28 hari," katanya di Jakarta.
Namun, pasal tersebut terkesan dinafikan oleh Pasal 104 yang menyebutkan Pasal 16 baru diberlakukan setelah tiga bulan sejak peraturan tersebut ditandatangani. "Akibatnya terjadi ketidakpastian dalam pelaksanaan di lapangan yang berpeluang menuai korban dan konsekuensi lain yang seharusnya bisa dihindari," sebut Susanto.
Menyikapi hal ini KPAI meminta pemerintah menghapus Pasal 104 agar pelaksanaan Pasal 16 dapat dilakukan segera setelah peraturan tersebut ditandatangani Presiden Jokowi. Selain itu, BPJS Kesehatan perlu segera melakukan sosialisasi terkait peraturan tersebut agar terjadi kesamaan pemahaman antara pemberi layanan kesehatan dan peserta JKN.
"Pelaksanaan JKN terkait kesehatan anak seharusnya mendahulukan kepentingan terbaik anak karena mereka adalah generasi penerus bangsa," imbuhnya.
Komisioner KPAI Bidang Kesehatan dan Napza, Sitti Hikmawatty mengungkapkan, jika dikonversikan rata-rata kelahiran per tahun mencapai 4,8 juta, tetapi cakupan pelayanan persalinan yang dicover BPJS masih relatif sedikit. "Tidak sampai 20 persen, sisa yang lebih dari 80 persen belum ditemukan laporan data resminya," katanya.
Sitti juga menyoroti fasilitas untuk perawatan bayi seperti PICU atau NICU yang minim. Persebaran fasilitas ini juga belum merata di setiap daerah. "Hal ini memungkinkan tingginya angka kematian bayi dan bayi terkena penyakit," sebutnya.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar juga mendorong agar pemerintah segera mencabut Pasal 104 Perpres JKN. "Kami tidak tahu kenapa ada Pasal 104 yang menunda Pasal 16 ini. Harusnya pemerintah memposisikan, sejak ditandatangani Perpres Nomor 82 Tahun 2018 maka berlaku pasal ini. Ini jadi keprihatinan supaya presiden mencabut pasal 104. Karena terkait hak bayi baru lahir untuk jaminan kesehatan," terangnya.
Menurut Timboel, proteksi bagi bayi baru lahir dalam Perpres no. 82 tahun 2018 tentang JKN seharusnya berlaku menyeluruh. Artinya, JKN harus diberikan kepada bayi yang dilahirkan dari orangtua peserta JKN ataupun tidak.
"Kami dari awal mengatakan seluruh rakyat Indonesia yang sudah atau belum menjadi peserta JKN, kalaupun bayinya lahir harus ditanggung selama 28 hari, tapi Perpres ini masih dispesifikasikan untuk orang tua yang sudah menjadi peserta JKN," tandasnya. [rmol]