GELORA.CO - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyelesaian defisit BPJS kesehatan bisa diselesaikan di tingkat Kementerian Kesehatan (kemenkes) dan Pihak BPJS menuai Kritikan dari Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.
Menurut dia, Jokowi sebagai kepala negara tidak mendapat masukan yang benar dari para bawahannya.
“Kayaknya memang salah paham. Fatal sekali sebetulnya. Karena Kartu Indonesia Sehat (KIS) itu bisa jadi ladang pembantaian dirinya saat debat Pilpres yang akan datang,” ujar Fahri Hamzah dalam pesan singkatnya yang diterima swararakyat, Kamis (18/10/18).
Dijelaskan politisi PKS, Jokowi harus waspada, sebab dirinya menduga di sekelilingnya banyak orang yang tidak mau ambil resiko dan semua ditumpuk ke sisi Jokowi. Sehingga, ini bisa jadi masalah yang meledak dan merugikan dirinya setelah merugikan rakyat banyak.
“Lalu, karena keputusan dilempar lagi ke bawah, muter-muter lah bola itu ditendang kesana kemari. Kita sih melihat seolah semua lagi sibuk kerja selesaikan masalah, ternyata semua justru sedang sibuk ke sana kemari memperpanjang masalah. Modus ini hampir di semua bidang,” sebutnya.
Seharusnya kata Fahri, bekas gubernur DKI Jakarta memahami bahwa BPJS Kesehatan adalah program strategis nasional yang oleh Jokowi disebut dengan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Apalagi, diawal kemunculannya dulu, kartu KIS ini dia yang bagi-bagi sebagai kampanye, bekal mendulang simpati dari rakyat.
“Hari ini saya mengingkatkan pak Jokowi jika BPJS Kesehatan sedang mengalami masalah yang tidak bisa dianggap enteng. Karena itu negara harus hadir, Presiden harus tanggap dan peduli. Kalau Presiden peduli, sebenarnya permasalahan mudah diselesaikan,” katanya lagi.
Karena itu, Fahri mengingatikan bahwa defisit yang dialami BPJS Kesehatan sekarang ini, bukan permasalahan remeh, tetapi masalah strategis. Maka dari itu, jangan dilempar begitu saja kepada direktur BPJS Kesehatan dan Kemenkes, karena mereka hanya skrup dari siatem besar yang gagal mengatasi masalah ini.
“Ada ratusan rumah sakit dan institusi kesehatan yang terganggu opersionalnya. Perusahaan farmasi dan penyedia obat terancam gulung tikar. Dan, di sana ada peserta BPJS yang sebagian besar adalah rakyat tidak mampu. Bahkan, saat ini jumlah kepesertaannya sudah 77% (201 juta jiwa). Ada jutaan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan) yang terhimpit nasibnya dan bergantung pada sukses program ini,” katanya mengingatkan.
Disebutkan bahwa secara prinsipil, akar masalah defisit sudah jelas, yakni iuran yang masuk tidak seimbang dengan klaim yang dibayarkan karena harga iuran dibawah nilai ekonominya (underprice). Meski diotak-atik seperti apa, masalahnya akan kembali ke itu lagi. Tapi, kalau pemerintah seriusi ini hanya masalah alokasi uang saja.
“Kalau selama ini pemerintahan pak Jokowi begitu mudah mengeluarkan uang ratusan triliun untuk bangun infrastruktur, masa dfisit BPJS Kesehatan yang hanya 10 triliun saja tidak sanggup. Mereka sudah hitung kok. Apalagi jika program pembangunan infrastruktur yang dilakukan selama ini difokuskan untuk membangun infrastruktur kesehatan dan pendidikan, itu akan lebih riil dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat bawah. Karena kesejahteraan rakyat adalah permasalahan riil saat ini,” pungkas Fahri Hamzah.[swa]