GELORA.CO - Baru-baru ini Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei nasional terkait elektabilitas capres-cawapres. Hasilnya duet Jokowi-Ma'ruf Amin mengungguli Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dalam survei tersebut, setidaknya 60,4 persen memilih Jokowi-Ma'ruf, sementara Prabowo-Sandi hanya didukung oleh 29,8 persen responden. Sisanya sebanyak 9,8 persen responden merahasiakan pilihannya.
Sebelumnya Lingkaran Survei Indonesia juga menyigi hal yang sama. Hasilnya sebanyak 58,6 persen responden memilih Jokowi-Ma'ruf, sedangkan Prabowo-Sandi hanya disokong 25,7 persen responden, sisanya menyatakan belum memutuskan pilihan atau tidak menjawab.
Menyikapi hasil survei tersebut, berikut ini pernyataan adik kandung Prabowo Subianto yang juga Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi.
Bagaimana Anda menyikapi sejumlah survei yang memenangkan duet Jokowi-Ma'ruf?
Kalau sepuluh survei yang mengatakan Pak Jokowi unggul 20 persen itu saya enggakpercaya. Di Pilkada DKI mereka semua (lembaga survei) prediksi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menang satu putaran kan? Semua (survei) tanpa terkecuali.
Saudara-saudara bisa lihat semuanya. Sudahlah itu pesan sponsor sangat bisa dipahami.
Lantas sejauh ini apakah tim Prabowo-Sandi melakukan survei juga. Bagaimana hasilnya?
(Jokowi-Ma'ruf) hanya menang 6-11 persen. Sedangkan (berdasarkan prediksi) Pak Rizal Ramli itu mengatakan 6 sampai 10 persen selisihnya. Tapi kalau Pak Rizal bukan (bagian) dari kami. Selebihnya silakan kalian tanya Pak Rizal.
Survei yang dilakukan Gerindra di mana?
Di Indonesia.
Memangnya berapa jumlah responden yang disurvei oleh internal tim Prabowo-Sandi?
2.100 responden.
Kapan surveinya?
Beberapa pekan lalu. Kalau enggak salah pekan lalu baru selesai.
Kenapa program Revolusi Putih yang digagas Prabowo-Sandi diubah namanya menjadi Gerakan Emas?
Ya Revolusi Putih diubah lantaran ternyata setalah kami dapat feedback kaum muda di Indonesia tidak suka istilah revolusi. Ya, ini termasuk revolusi mental Pak jokowi dan kaum milenial tidak suka istilah revolusi. Nah, generasi saya suka revolusi. Sebab kami adakan revolusi untuk usir Belanda dari Indonesia. Akan tetapi menurut kaum milenial zaman now, tidak suka dengan istilah revolusi. Maka Revolusi Putih ini kan sebenarnya penyebaran susu sebagai alat untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. Ternyata milenial tidak begitu suka. Ya, makanya kami ubah. Ya sudah kami ubah dengan istilah baru yang bisa diterima.
Jadi gerakannya sama?
Sama. Tapi tambahannya adalah asupan gizi, susu, telur, ikan, kacang hijau, dan lain-lain. Mungkin saudara ada lain-lain yang bisa ditambah sebagai protein, silakan. Akan tetapi ini sudah ada bukti. Data dari pemerintah Indonesia dan bank dunia yang baru saja rapat di Bali, 38 persen anak Indonesia kekurangan gizi atau gizi buruk. Ini bagi Pak Prabowo dan Sandi memprihatinkan.
Anda mengatakan data World Bank soal harga makanan Indonesia lebih mahal komparasinya dari mana?
Hal itu dengan nominal prices. Artinya itu dengan prices yang berlaku. Saya tanya dua tiga empat kali bukan karena saya enggak mau percaya tapi world bank katakan demikian dengan nominal prices. Jadi harga makanan di Jakarta lebih tinggi daripada harga makanan di Singapura. Pun harga makanan di Jakarta dua kali lipat harga makanan di New Delhi India. Saya tegaskan itu bukan angka kami namun angka dari World Bank. Kalian (wartawan) bisa cek ke perwakilan World Bank di Jakarta.
Apa maksud slogan Make Indonesia Great Again yang disampaikan Prabowo?
Ya saya kira semua tahu sejarah Indonesia ada kerajaan Majapahit yang disegani. Sebelum itu ada kerajaan Sriwijaya kemudian ada kerajaan-kerjaan lainnya. Seperti Terumanegara, Syailendra, dan semua waktu itu Indonesia.
Bahkan bukan hanya itu tapi bangsa Indonesia. Maka kita merasa adalah negara yang berdaulat yang disegani banyak negara-negara lain. Hal tersebut yang juga termasuk dimaksud Pak Prabowo.
Pasca kemerdekaan apa pernah disegani?
Kita pernah disegani tapi saat ini kita merasa agak lemah dan suara Indonesia tidak dianggap. Terus terang saja di era Pak Soeharto Indonesia ketua Non-Blok. Kita disegani dan dianggap negara mayoritas muslim terbesar di dunia, maka kita disegani.
Tahun 1955 Bung Karno melakukan Konfrensi Tingkat Tinggi Non-Blok di Bandung. Pemimpin dunia seperti dari Yugoslavia semua datang ke Indonesia sebagai salah satu pemimpin Non-Blok dan disegani.
Prabowo kerap dikunjungi sejumlah duta besar negara lain. Apakah itu bagian dari penggalangan dukungan?
Itu bukan penggalangan dukungan tapi diplomasi. Pasalnya mereka yang minta ketemu bukan Pak Prabowo. Mereka minta ketemu dan Pak Prabowo menerimanya. Pak Prabowo kan salah satu tokoh Indonesia.
[rmol]