GELORA.CO - Partai Gerindra mengkritik keputusan pemerintah yang menghentikan pencarian korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 11 Oktober 2018. Penghentian itu akan berdampak buruk bagi para keluarga korban dan bahkan citra bangsa bangsa Indonesia di mata dunia.
Konsekuensinya, satu, memprihatinkan untuk keluarga, dan (kedua) memalukan untuk bangsa dan dunia internasional tentang kinerja kita," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Sodik Mudjahid, di kompleks Parlemen di Jakarta pada Rabu, 10 Oktober.
Jika memang jadi dihentikan, kata Wakil Ketua Komisi VIII itu, perlu ada pengganti untuk keluarga korban yang belum menemukan jenazah keluarganya, misal santunan duka cita dan rehabilitas bangunan rumah mereka yang rusak. Sebab diperkirakan 5.000 orang masih hilang dan lebih banyak lagi rumah rusak.
Sodik menganggap masa pencarian masih bisa diperpanjang untuk beberapa waktu ke depan, bergantung situasi dan kondisinya. Sementara dia mengingatkan masa rehabilitasi yang dimulai November juga perlu dipersiapkan secara matang.
Pemerintah, sebagaimana diumumkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, memutuskan menghentikan evakuasi jenazah-jenazah korban gempa dan tsunami di Donggala, Palu, dan Sigi. Alasannya, kondisi jenazah sudah sulit dikenali dan berpotensi menyebarkan penyakit.
"Karena kondisinya yang saya sampaikan, jenazah sudah melebur, tidak dikenali, dan berpotensi apabila ditemukan dapat menimbulkan penyakit," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta pada Selasa, 8 Oktober.
Berdasarkan kenyataan itu, Sutopo menyampaikan bahwa pencarian korban yang tertimbun di Petobo, Jono Oge, dan Balaroa dihentikan pada 11 Oktober. [viva]