GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2018 yang mengatur pelapor kasus korupsi dan suap bisa mendapat hadiah hingga Rp 200 juta. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuding penerbitan aturan itu sebagai bahan kampanye Jokowi yang kembali maju di Pilpres 2019.
"Jadi sekali lagi ini adalah bahan kampanye, saya berharap bahwa penantang ini segera sigap mengambil sikap terhadap keputusan-keputusan yang seperti ini supaya disampaikan kepada rakyat alternatifnya apa kalau tidak setuju dengan pandangan atau PP seperti ini," kata Fahri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Menurut Fahri, pemberian hadiah kepada pelapor tindak pidana jangan hanya ditetapkan pada tindak pidana korupsi saja. Seharusnya, masyarakat yang mengungkap tindak pidana lain seperti terorisme dan narkoba juga harus diperlakukan sama.
"Beri insentif Rp 200 juta bagi korupsi, beri insentif Rp 300 juta bagi pelapor narkoba, beri insentif Rp 500 juta bagi terorisme, beri insentif Rp 100 juta untuk perusakan fasilitas umum, beri insentif Rp 1 miliar untuk pencurian sumber daya alam atau perusakan sumber daya alam, beri insentif," tuturnya.
"Begitu aja terus sampai negara bangkrut untuk membiayai rakyat yang saling lapor," sambung Fahri.
Fahri menilai ada kesalahan pada pola pikir pemerintah terkait pemberian hadiah tersebut. Menurutnya, lebih baik pemerintah fokus dalam memperbaiki sistem untuk mencegah kejahatan termasuk korupsi.
"Jadi sekali lagi ini ada kesalahan berpikir, menganggap bahwa kalau rakyat saling lapor, masalah selesai. Dia lupa bahwa atau pemerintah tidak punya konsep tentang cara secara sistemik untuk mengatasi kejahatan," kata Fahri.
"Negara tidak mau mengandalkan audit pemerintah, dan pemerintah tidak mau mengandalkan audit. Pemerintah tidak mau mengambil pendekatan penguatan sistem di dalam mengatasi semua jenis kejahatan," sambungnya.
Fahri pun meminta Jokowi untuk membatalkan PP tersebut. Dia meminta Jokowi untuk mengembalikan fungsi audit dan menghormati lembaga-lembaga seperti BPK.
"Baru dengarkan kasus Roy Suryo itu jadi dalam birokrasi kita dan sistem administrasi kita negara kehilangan satu sendok makan pun kebaca, saking hebatnya sistem kita itu membaca aset itu. Jadi sudahlah ngapain orang disuruh saling ngelapor seperti ini, ya kan nanti yang dilaporin korupsi Rp 10 juta orang itu dapat Rp 200 juta, enak betul," tuturnya.
"Jadi mending kita ini jadi istilah nya itu tukang lapor aja tukang tangkap rusak negara ini gitu ya. Jadi tolong Pak Jokowi batalkan itu PP," sambung Fahri.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah No 43/2018. Kini pelapor kasus korupsi dan suap bisa mendapat hadiah hingga Rp 200 juta.
PP itu mengatur tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. PP diteken Presiden Jokowi pada 18 September 2018. [dtk]