Empat Tahun, Masih Ada Rakyat yang Merasa Dibohongi

Empat Tahun, Masih Ada Rakyat yang Merasa Dibohongi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melihat pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla tidak serius menjalankan program Nawacita seperti yang dijanjikan.

Dalam aksi demonstrasi KAMMI di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (22/10) mereka memberikan hadiah berupa kado lima keprihatinan rakyat.

Ketua Umum PP KAMMI Irfan Ahmad Fauzi menyatakan lima keperihatinan itu terdiri dari utang negara, kedaulatan pangan, tenaga kerja asing, kedaulatan hukum dan narkoba. .

"Rakyat tidak bisa dibohongi dengan angka-angka yang diciptakan oleh pemerintah, tapi rakyat bisa merasakan secara langsung efek dari kebijakan-kebijakan yang dilontarkan pemerintah," kata Irfan.

Irfan meminta pemerintah menyelesaikan utangnya. Utang luar negeri Indonesia pada akhir Agustus 2018 tercatat sebesar USD 360,7 miliar atau Rp 5,484 triliun.

Analisis Moody's dari Bloomberg pada Mei 2018 bahwa Indonesia dalam kondisi berbahaya jika dilihat dari jumlah utang luar negerinya.

Terlebih lagi utang pemerintah digunakan untuk membayar utang dan gaji. "Ini semakin membuktikan bahwa kinerja pemerintahan saat ini cenderung mengalami kemerosotan dalam pengelolaan negara," tambah dia.

Menurutnya, hari-hari ini publik kembali disuguhi tontonan sengkarut kebijakan impor beras.

Ketidakkompakan birokrasi secara nyata dipertontonkan melalui perseteruan antara Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog). Kemendag ngotot impor, sedangkan Bulog menolaknya.

Dalam persoalan lain, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa bandar narkoba yang tertangkap sampai saat ini baru 20 persen.

Sisanya masih berkeliaran mengoperasikan jejaring peredaran narkoba di semua golongan usia dan profesi. Ironisnya, bandar yang sudah dipenjara pun masih bisa mengatur bisnis ilegal dari balik bui.

Sementara itu, Ketua Kebijakan Publik PP KAMMI Deni Setiadi menagih janji Jokowi yang berkomitmen akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dan menghapus impunitas. Komitmen tersebut juga tercantum dalam Nawacita.

Selain itu, ada permasalahan lain dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) No 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Hal itu cenderung mempermudah masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Padahal, banyak tenaga kerja lokal masih butuh lapangan pekerjaan.

“Jadi pertanyaannya adalah pemerintah ada di pihak siapa?” tanya Deni. [jpnn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita