GELORA.CO - Kebijakan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyamakan kenaikan upah dianggap sebagai sebuah kegagalan. Suatu sistem yang justru mengkudeta hak-hak buruh di daerah. Padahal setiap daerah memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda.
Ketua Konsulat Cabang Federasi Sarikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam Alfatoni menjelaskan, apa yang dilakukan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri adalah tindakan sontoloyo. Terlebih atas edaran yang memerintahkan para kepala daerah menjalankan kebijakan tersebut.
"Solusinya, 2019 nanti kita ganti menterinya, ganti presidennya. Apa bisa dipakai kalau tak membela buruh," kata Alfatoni dalam orasinya di depan Kantor Wali Kota Batam, Batam Centre, Batam, Rabu (31/10).
Alfatoni melanjutkan, respons Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) atas edaran Kemenaker Nomor B.240/M.NAKER/PHI9SK-UPAH/X/201 juga memperlihatkan perilaku sontoloyo. Yakni, Gubernur Kepri Nurdin Basirun melanjutkan edaran terkait kenaikan upah sebesar 8,03 persen.
Apa yang dilakukan Nurdin sangat disayangkan buruh. Sebab kenaikan upah yang hanya 8,03 persen tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan masyarakat Batam dan Kepri.
"Gubernur memperlihatkan kalau dia takut. Padahal di dipilih masyarakat Kepri. Tidak ada sejarahnya kepala daerah dicopot menteri. Semoga Wali Kota Batam (HM Rudi) tidak ikut-ikut mengeluarkan edaran," tukas Alfatoni.
Para buruh akan terus menentang kebijakan yang bersumber dari Pasal 44 Ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Sebab aturan ini dianggap mengekang hak buruh yang sejatinya menyesuaikan kondisi daerah masing-masing. [jpc]