GELORA.CO - Manajemen PT Bank Negara Indonesia (Per sero) Tbk atau BNI menyatakan akan menyetop kredit pemilikan apartemen (KPA) baru Meikarta. Hal ini sehubungan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap perizinan yang menyeret proyek tersebut.
Direktur BNI Tambok PS Simanjuntak menjelaskan, jumlah nasabah KPA BNI yang mengangsur apartemen Meikarta hanya sekitar 200 debitur, dengan nilai sebesar Rp 50 miliar. "Ke depannya tentu untuk nasabah baru tidak bisa proses dulu sampai proses hukumnya selesai. Ke-200 debitur itu tentunya akan kita review dulu dan kajian hukumnya secara legal bagaimana penyelesaiannya," kata Tambok saat paparan kinerja Kuartal III BNI di kantor BNI pusat, Jakarta, Kamis (18/10).
Menurut Tambok, meskipun saat ini para debitur Meikarta masih lancar membayar, menimbang adanya kasus hukum, BNI tidak bisa memproses adanya kredit baru. Direktur BNI Bob T Ananta menambahkan, eksposur dari kredit Meikarta ini sangat kecil sehingga ia menegaskan nasabah BNI agar tidak perlu khawatir.
"Jangan lihat angkanya, porsinya hanya sekitar 0,0001 persen dari total kredit BNI yang sebesar Rp 487,04 triliun. Jadi, bagi BNI itu kecil sekali," kata Bob.
Namun, melihat kondisi hukum ini, BNI akan meninjau mengenai risiko kasus ini terhadap para debitur. Proyek tersebut memiliki buyback guarantee bagi para pengangsur dan BNI akan meninjau secara legal mengenai hal tersebut.
Buyback guarantee merupakan garansi apabila debitur tidak dapat melanjutkan untuk mengangsur apartemen, pihak Meikarta akan membeli kembali, untuk kemudian dijual ke pengangsur yang lain. "Kami akan antisipasi untuk review secara keseluruhan dari aspek legal. Buy back guarantee itu bisa atau tidak tetap kita review. Buyback guarantee kalau persyaratan dipenuhi, kita laksanakan seperti apa," kata Bob.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Ko rupsi (KPK) telah mengamankan uang Rp 1,5 miliar terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. OTT tersebut terkait perizinan proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat di bawahnya sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan Meikarta. Selain itu, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro juga ditetapkan sebagai tersangka.
Sejak penangkapan tersebut, beberapa harga saham Lippo Group sebagai induk perusahaan pengembang Meikarta terkoreksi cukup dalam. Pada penutupan perdagangan Selasa (15/10), perusahaan itu bahkan sempat termasuk dalam top loser. Harga saham PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) yang merupakan induk pengembang megaproyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), mengalami penurun an sebesar 13,36 persen menjadi Rp 1.200 per saham. Sementara, saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) juga anjlok 5,52 persen menjadi Rp 274 per saham.
Sementara, PT MSU menegaskan, pembangunan Meikarta masih berlanjut. Kuasa hukum PT MSU dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity), Denny Indrayana, menjelaskan, proses hukum yang kini berlangsung di KPK merupakan hal terpisah dan berbeda dengan proses pembangunan. "Proses pembangunan masih berjalan di Meikarta," ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis, (18/10).
Ia menambahkan, pembangunan diteruskan sesuai dengan komitmen perusahaan ke para pembeli. "PT MSU sangat berterima kasih. Dengan demikian, kami bisa menerukan pembangunan yang telah dan masih berjalan serta kontribusi kami untuk membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Denny.
PT MSU, kata dia, akan bertanggung jawab sekaligus terus berupaya memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pembangunan di Meikarta. Tujuannya agar semua proses berjalan baik serta lancar sesuai ketentuan hukum berlaku.
"Kami juga akan tetap menghormati dan terus bekerja sama dengan KPK. Tujuannya untuk menuntaskan proses hukum yang sekarang masih berlangsung," kata Denny. n Idealisa Masyrafina, Iit Septyaningsih ed: fitriyan zamzami [rol]