GELORA.CO - Perdebatan terkait pasal yang menyebutkan perbuatan makar terjadi antara pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, dengan politikus PDIP, Adrian Napitulu.
Hal ini terjadi saat keduanya menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa dengan tema '2019 Ganti Preisden Mengapa tidak 2019 Prabowo Sandi', Rabu (5/9/2018).
Selain kedua narasumber tersebut, hadir pula beberapa narasumber lainnya seperti Andre Rosiade, Mardani Ali Sera, Setyo, Irjen Pol Setyo Wasisto, dan Ali Mochtar Ngabalin.
Perbedebatan antara Zainal dan Adrian ini kembali bermula setelah jeda iklan pembicaraan soal pasal perbuatan makar.
"Ini saking serunya, bahkan di sela-sela break kami masih terus mendengarkan perdebatan antara bung Zainal Arifin Mochtar dengan bung Adrian Napitulu," ujar Najwa Shihab selaku pembawa acara Mata Najwa.
"Pasal terakait makar tidak akan saya lanjutkan karena akan banyak interpretasi disini yang berbeda-beda, satu pakar hukum itu akan menghasilkan perbedaan yang lain-lain," tambahnya.
Zaenal pun langsung menyahut apa yang dikatakan Najwa dengan mengatakan bahwa pengertian makar seharusnya disampaikan bersamaan dengan pengertian lain.
"Saya cuman ingin mengatakan begini, jangan anda (Najwa Shihab) memperkosa sebuah pengertian, satu pengertian anda sampaikan, lalu seakan-akan pengertian yang lain tidak anda bacakan, ndak begitu," sangkal Zainal.
Adrian langsung mendebat apa yang dikatakan oleh Zainal dengan menyebutkan pengertian dari makar.
"Atau, meniadakan kemampuan presiden, atau wakil presiden memerintah, kemampuan dia memerintah itu, bukan fisiknya, itu tafsirnya bos.
Kemampuan dia (presiden) memerintah tidak boleh dilegitimasi, begitu unsur pelemahan, peniadaan, upaya peniadaan itu terpenuhi, apa yang disampaikan bang Ali Mochtar..," jeda Adrian
"Makar," sahut Ali Mochtar Ngabalin
"(Makar) mungkin benar," lanjut Adrian.
"Ya, memang benar," sahut Ngabalin kembali.
"Sebentar dulu, siapa penguji paling akhir semua tafsir pengaturan, pengadilan, bawa ke pengadilan," tambah Adrian.
"Bawa gua (ke pengadilan) maksudnya, gua dibawa?," tanya Ngabalin pada Adrian.
Najwa kembali memotong perdebatan keduanya.
"Mas Zainal mohon maaf saya harus mem-break perdebatan ini, karena sekali lagi interprestasinya akan menjadi bermacam-macam," kata Najwa.
"Tidak yang anda bisa baca, anda pahami, misalnya begini saya kasih yang sederhana saja, anda mengerti gak yang dimaksud perbuatan tercela? yang ancaman untuk presiden bisa jatuh karena melakukan perbuatan tercela, apa maksudnya?. Jangan anda bilang kencing sembarang tempat itu perbuatan tercela, itu spesifik ada praktik ada teori," debat Zainal dengan nada tinggi.
Adrian langsung menyambar dengan nada tinggi pula.
"Kalau kita sedang membicarakan sebuah pasal begini, jangan mengambil contoh lain yang tidak punya relevansi dengan pasal yang kita bahas, jelas kalimanya meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden dalam memerintah, kemampuan memerintah dia yang ditiadakan," debat Adrian.
Mendengar Zainal dan Adrian masih berdebat saling bersahutan, Ngabalin tampak membernarkan sorban dengan kedua tangannya lalu melanjutkan dengan menutup kedua telinganya.
"Allahhuakbar," ujar Ngabalin lirih sambil menutup telinga.
Setelah Zainal selesai mendebat, barulah Ngabalin membuka telinganya.
Najwa Shihab segera memotong kedua perdebatan itu.
"Baik, baik, ini harus satu episode sendiri membahas soal makar, kita ke Bung Mardani," ujar Najwa.
Walaupun telah dialihkan ke narasumber lain, Zainal dan Adrian masih saling sahut hingga Mardani akan memulai pembicaraan.
Lihat videonya menit ke 3.10.
Sementara itu, diberitakan sebelumnya, perdebatan soal asal makar juga pernah disampaikan oleh Mahfud MD selaku pakar hukum tata negara yang juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahfud MD memberikan komentar terkait ahli hukum yang menyebut gerakan tagar 2019 ganti presiden adalah makar.
Hal ini diungkapkan Mahfud MD saat menjadi narasumber pada acara 'Kabar Petang', TV One, Rabu (5/9/2018).
Mahfud memberikan bantahan jika ada ahli hukum yang menyebut gerakan 2019 makar karena tidak ada unsur makar dalam gerakan itu.
"Biasanya yang bilang makar pada tagar 2019 itu yang bilang kalo saya baca di medsos itu bukan ahli hukum, kalo ahli hukum ndak ada ngatakan gitu," ujar Mahfud.
Ia juga menyindir rekannya sesama mantan MK, Jimly Assidiqie, soal pernyataannya pada 2019 Ganti Presiden.
"Paling banter (keras), seperti Pak Jimly mengatakan disitu ada ujaran kebencian, nah ujaran kebencian itu lain lagi, bukan makar," kata Mahfud.
"Mungkin ada ujaran kebencian, itulah pelanggaran hukumnya kalo ada ujaran kebencian itu, tapi makar saya kira ndak ada, belum ada ahli hukum yang mengatakan bahwa itu makar, yang menyebutkan itu makar itu bukan ahli hukum, itu yang saya lihat," tambahnya.
Menurut Mahfud, makar dalam hukum pidana memiliki artian merampas, hingga mengganti ideologi pancasila.
"Makar dalam bahasa hukum pidana itu merampas kemerdekaan presiden wakil presiden, berkomplot untuk merampas kemerdekaan presiden dan wakil presiden.
Kemudian ingin mengganti ideologi negara, gerakan mengganti ideologi negara, resminya mengganti ideologi pancasila dengan komunisme, leninisme, marxisme, gitu di dalam undang-undang, di luar itu bukan makar," tambah Mantan Ketua MK ini. [tribun]