GELORA.CO - Polri menerbitkan arahan kepada jajaran anggota yang menjabat sebagai direktur intelijen dan keamanan (dirintelkam) di Kepolisian satuan wilayah tingkat daerah atau Kepolisian Daerah (Polda) untuk menyikapi sejumlah aksi deklarasi dalam bentuk tagar pendukung calon presiden (capres).
Arahan itu diterbitkan dalam bentuk Surat Telegram bernomor STR/1852/VIII/2018 tertanggal 30 Agustus 2018 dan ditandatangani oleh Kepala Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri Komisaris Jenderal Lutfi Lubihanto.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, kegiatan menyampaikan aspirasi dan unjuk rasa memang diatur oleh UU Nomor 9 tahun 1998. Namun dalam Pasal 6 beberapa poin harus dipedomani oleh setiap orang yang akan menyampaikan aspirasi.
Menurutnya, ada lima poin yang harus dipedomani oleh setiap orang yang akan menyampaikan aspirasi. Pertama, dalam menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan org lain.
"Kedua, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum. Ketiga, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum. Kelima, menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Setyo pada Senin, 3 September 2018.
Jika salah satu hal tersebut tak terpenuhi, lanjut Setyo, aparat Kepolisian berhak untuk membubarkan penyampaian pendapat aspirasi.
"Karena polisi menganggap kalau salah satu tidak terpenuhi bisa terjadi gangguan keamanan dan ketertiban," kata dia.
Dalam penilaian suatu penyampaian aspirasi dan pendapat, Setyo menuturkan, Polri melihat apakah rentan terjadi konflik atau tidak. Ketika hal tersebut terjadi, polisi bisa mengambil keputusan sesuai dengan Pasal 15 di mana pasal tersebut menyampaikan Polri bisa membubarkan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum.
"Kalau dia tidak mau dibubarkan maka dia dikenakan UU pidana pasal 211 sampai 218," ujarnya.
Mengenai telegram tersebut, dia menyebut hanya mengingatkan setiap anggota di wilayah untuk bertolak pada aturan tersebut.
"Aturannya sebenarnya sudah ada, hanya pelaksanaannya kadang-kadang di wilayah lupa tidak mempedomani apa yang sudah diatur," katanya.
Setyo mengatakan, Polri akan bersikap netral dan tak mendukung salah satu gerakan dukungan capres. Ia menyebut, dalam mengambil keputusan Polri hanya melihat jangan sampai dapat menjadi pemicu konflik.
Ia pun menuturkan, Polri tidak akan masalah jika salah satu gerakan dukungan capres tidak mendapat penolakan di suatu daerah.
"Kalau dibilang polisi berpihak kalau yang datang duluan pendukung #Jokowi2periode kalau ada penolakan sama juga (akan dibubarkan). Kalau masyarakat menerima tidak masalah. Kalau mempermasalahkan itu bahaya maka timbul saling ricuh," katanya.
Dalam surat telegram disebutkan ada empat aksi dukungan capres yang perlu mendapatkan atensi yaitu #2019GantiPresiden, #2019TetapJokowi, #Jokowi2Periode dan #2019PrabowoPresiden.
Untuk #2019GantiPresiden dinyatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan bentuk penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 yang wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
Penyelenggara aksi #2019GantiPresiden pun dinyatakan wajib serta bertanggung jawab pada lima hal yakni menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui hukum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Sementara itu, untuk #2019TetapJokowi, #Jokowi2Periode, dan #2019PrabowoPresiden dinyatakan Polri sebagai kegiatan yang mengarah kepada politik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2017.
Dengan demikian, Polri menyatakan ketiga kegiatan itu wajib memberitahukan secara tertulis kepada Polri dan pemohon wajib melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana tertuang dalam Pasal 19 PP Nomor 60/2017.
Persyaratan itu antara lain proposal, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi atau badan hukum, identitas diri penanggung jawab kegiatan, daftar susunan pengurus, persetujuan dari penanggung jawab tempat kegiatan, rekomendasi instansi terkait, paspor dan visa bagi pembicara orang asing, serta denah rute yang akan dilalui saat aksi dilaksanakan.
Dirintelkam di seluruh Polda pun diminta untuk mengambil langkah dalam menyikapi sejumlah kegiatan tersebut antara lain mendeteksi dan mengidentifikasi potensi kerawanan. [viva]