GELORA.CO - Kenakalan remaja saat ini semakin tak terbendung. Setelah maraknya kasus tawuran, kali ini delapan remaja Bogor ketahuan mengadakan pesta seks. Aksi mereka terungkap setelah digerebek warga Penghuni Apartemen Bogor Valley.
Peluh meleleh di tubuh Bagas (bukan nama sebenarnya). Dengus napasnya masih belum beraturan. Matanya memerah ketika Rizki Lerian bersama beberapa penghuni Apartemen Bogor Valley meringsek masuk ke unit C17 yang disewanya Kamis dini hari, kemarin (30/8).
Bagas yang kaget hanya bisa terdiam. Dia kebingungan. Saat itu kondisi apartemen di lantai 17 itu sangat gelap karena listrik tiba-tiba padam. Cahaya senter dari Rizki kemudian menyorot beberapa teman Bagas yang berjumlah delapan orang. Tiga perempuan, lima laki-laki. Dua di antaranya dalam keadaan setengah telanjang. “Cepat pakai pakaiannya,” ucap Rizki.
Tak berselang lama, lampu kembali menyala. Mereka yang bergegas berpakaian pun diminta keluar dari kamar.
Rizki yang merupakan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Bogor Valley mengaku awalnya, pengurus hanya ingin menegur karena kerap diganggu dengan suara bising dan mencurigakan dari balik unit C17 tersebut.
Karena tak kunjung direspons pengurus pun mengatur strategi. Dia bersama petugas keamanan dan warga lainnya mematikan listrik lantai 17 tersebut. Saat listrik dipadamkan warga sudah bersiaga berjaga di depan pintu unit C17.
“Kemudian salah satu penghuni keluar, saat kepalanya nongol kami kemudian menahan pintu dan menyalakan senter ternyata sedang ada yang mau begituan,” terangnya.
Setelah diinterogasi ternyata mereka ini hanya penyewa. Sudah enam bulan praktik prostitusi mereka jalankan di unit tersebut.
Tarif Sekali Main Rp400 Hingga Rp800 Ribu
Mereka menjajakan diri lewat media sosial dengan memajang status open booking di akun Wechat dan Beetalk. Harga yang mereka tawarkan berkisar antara Rp400 ribu hingga Rp800 ribu untuk sekali main.
“Jadi mereka mengakui melakukan prostitusi di situ sudah berjalan enam bulan,” ungkap Rizki.
Untuk usia, berdasarkan pengamatannya rata-rata berusia 19 tahun. Bahkan ada juga yang hanya lulusan SMP. Namun diri nya tak mengetahui ada berapa penghuni apartemen Bogor Valley yang menjajakan diri seperti mereka.
“Jadi mereka ini menyewa unit melalui agen. Untuk satu hari itu harganya Rp400 ribu sampai Rp500 ribu. Untuk lantai yang sering digunakan (lokalisasi) berada lantai 11 sampai 20,” ungkapnya.
Saat penggerebekan dilakukan, Rizki mengaku menemukan alat kontrasepsi, kondom, di mana-mana. Seperti di tempat sampah serta ada pula yang masih dalam kondisi terbungkus.
“Sebenarnya niat kami bukan menggerebek tetapi menegur. Ternyata saat kita buka mereka prostitusi bukan pacaran,” tukasnya.
Dia menjelaskan kedelapan remaja tersebut kini sudah dipulangkan. Namun sebelum itu sudah dibuat perjanjian bahwa mereka yang diamankan tak akan lagi ke Bogor Valley. Jika terlihat lagi maka akan dibawa ke ranah hukum.
“Kita bebaskan dan masih memberikan kesempatan. Walaupun sebelum itu kami sudah lebih dahulu melaporkan kasus ini ke polisi dan Satpol PP,” ucapnya.
Sejatinya praktik prostitusi di apartemen ini sudah lama terjadi. Bahkan tak jarang para penjajah seks ini menawarkan jasa pesta seks. Ada yang one by one: melayani satu laki-laki. Ataupun melayani dua pria sekaligus: threesome.
“Untuk layani dua laki-laki harganya sedikit mahal bisa sejutaan,” ucap salah satu PSK yang enggan namanya dikorankan.
Proses penjajakan pelanggan kata dia, semuanya dilakukan di media sosial. Mau itu Twitter ataupun WhatsApp.
Izin Apartemen Bogor Valley Terancam Dicabut
Sementara itu, Kabid Penegakan Perda pada Satpol PP Kota Bogor Danny Suhendar menuturkan, pihaknya langsung menerjunkan petugas ketika mendapat laporan dari pengurus Apartemen Bogor Valley terkait dugaan praktik prostitusi di apartemen yang berlokasi di Jalan Sholeh Iskandar tersebut.
“Para remaja yang ditangkap ini kami berikan pembinaan. Mereka wajib membuat surat pernyataan agar tak kembali melakukan perbuatannya dan mendatangkan orang tuanya untuk pembinaan kembali masing-masing,” ujarnya kepada Radar Bogor, kemarin (31/8).
Para pelaku yang masih remaja ini, kata Danny, berasal dari Cilebut, Citayam dan Depok. Danny memastikan pada awal September akan memanggil pengelola Bogor Valley untuk menjalani beberapa pemeriksaan.
Menurut Danny, ada Perda yang dilanggar atas kejadian tersebut. Yakni Perda Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 18 ayat 1 sampai 3 tentang Ketertiban Umum.
“Untuk Bogor Valley bisa kena teguran berat sampai dengan pencabutan izin usaha karena telah digunakan untuk ajang prostitusi atau maksiat,” tegasnya.
Banyak Kasus Narkoba di Apartemen Tidak Terungkap
Terpisah, Sosiolog Musni Umar menilai penanganan tindak pidana prostitusi di apartemen atau rumah susun baik dilakukan secara konvensional maupun online tidak bisa hanya dibebankan kepada pengelola.
Sesuai aturan, pengelola apartemen bekerja di area publik, sehingga tidak dapat mengakses langsung sampai kepada level unit karena menyangkut privasi pemilik.
Oleh karenanya, diperlukan kepedulian penghuni untukproaktif melaporkan hal-hal yang mencurigakan di lingkungannya kepada pengelola.
Menurutnya, yang dapat dilakukan pengelola adalah bekerja sama dengan penghuni dan polisi sebagai aparat keamanan dalam memberantas prostitusi di apartemen.
“Banyak kasus prostitusi dan narkoba di apartemen yang tidak terungkap karena para penghuni dan pengelolanya tidak peduli terhadap pelanggaran yang terjadi,” kata Musni.
Dia menjelaskan, prostitusi umumnya terjadi pada para penghuni baru yang belum dikenal oleh penghuni lain. Untuk mengantisipasinya, penghuni dapat membentuk komunitaskomunitas seperti di bidang olahraga seni, dan keagamaan agar para penghuni dapat mengenal satu sama lain. Nantinya, pengelola bisa menjadi fasilitator dalam pengembangan komunitas tersebut.
“Pengembangan community care ini sangat penting di tengah masyarakat urban yang sangat dinamis,” katanya. [psid]