GELORA.CO - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kerap menyalahkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhono (SBY) atas masalah-masalah ekonomi Tanah Air. Mulai dari pengalokasian subsidi BBM hingga utang negara yang melonjak.
Kebiasaan pemerintah Jokowi menyalahkan orang lain atas masalah yang dihadapinya terus berlanjut hingga sekarang. Termasuk ketika nilai rupiah melemah hingga menembus angka Rp14.7000 per dollar AS.
Pemerintah Jokowi tidak bisa lagi menyalahkan SBY atas melemahnya nilai tukar rupiah. Karena itu, pemerintah menjadikan krisis Argentina dan Turki sebagai biang kerok.
Pemerintah menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab pelemahan tersebut. Parahnya lagi, terjadi perbedaan pendapat antara Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang negara yang dijadikan 'kambing hitam' penyebab rupiah melemah.
Menko Darmin menyebut bahwa pelemahan itu dikarenakan krisis yang terjadi di Argentina.
“Itu karena ada permasalahan negara lain, di Argentina,” kata Darmin di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Jumat (31/8).
Sementara Sri Mulyani pada pertengahan bulan ini menyebut bahwa pelemahan rupiah disebabkan dampak dari pelemahan lira di Turki.
Menanggapi perbedaan pendapat itu, Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto meminta publik untuk fokus berjuang menjaga ekonomi dan rupiah agar tidak semakin terpuruk.
Dia juga meminta agar publik mengacuhkan alasan mencla-mencle yang disampaikan pemerintah.
“Apapun yang dikatakan Pak Darmin dan Bu Sri Mulyani lupakan. Ayo sama-sama berjuang untuk menjaga ekonomi dan rupiah kita agar tidak semakin terpuruk. Kata eyang saya sing waras ngalah (yang sehat mengalah),” ujarnya di akun Twitter @DidikMukrianto.
Menurut anggota Komisi III DPR RI itu, terpenting bagi pemerintah saat ini adalah segera memulihkan kondisi ekonomi Indonesia. Pemerintah harus punya langkah nyata agar rupiah tidak terjun bebas.
“Bukan alasan yang ingin kita dengar tapi langkah konkrit pemerintah!” tukasnya. [psid]