Oleh: Amri Amrullah, Ali Mansur
Partai Bulan Bintang hingga kini belum menentukan pilihan. Bergabung dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, atau berada di barisan Joko Widodo-Kiai Ma'ruf Amin pada pilpres 2019. Namun, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyatakan tidak rela jika partainya tak lolos menuju parlemen Senayan.
Kabar terhangat PBB bakal merapat ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Jokowi-Kiai Ma'ruf. Yusril mengakui dalam waktu dekat partai yang memiliki afiliasi kuat terhadap umat Islam ini akan menjadi bagian dari posko Cemara, rumah pemenangan Jokowi-Ma'ruf.
"Dalam waktu dekat ini saya sudah direncanakan akan bertemu dengan Pak Jokowi. Paling di bulan September ini. Jadi sudah ada yang mengatur," kata Yusril kepada Republika.co.id, Selasa (11/9).
Pilihan Yusril akan bertemu Jokowi ini merupakan upaya komunikasi politik setelah sebelumnya ia berkomunikasi dengan kubu Prabowo-Sandi pada 30 Agustus lalu. Dalam pertemuan tersebut, bakal calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno dan Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono bertemu dengan Yusril beserta jajaran pimpinan DPP PBB.
Diakui Yusril pertemuan tersebut belum memenuhi harapan PBB. Terutama soal strategi bersama agar PBB kembali meraih kursi di Senayan, dengan lolos ambang batas parlemen empat persen. Ia menyebut Sandi tidak berani memastikan bisa mensinergiskan strategi agar 2019 PBB kembali ke Senayan.
"Saya katakan terima kasih dan mengatakan bahwa di masa yang lalu, PBB sudah pernah all out membantu Pak Prabowo Subianto menjadi capres, dengan tenaga dan biaya sendiri. Begitu juga dengan Pak Sandi, kami juga telah banyak membantu untuk maju sebagai gubernur dan atau wagub DKI Jakarta," kata Yusril.
"Kalau sekarang ini PBB diminta kembali untuk membantu Prabowo-Sandi, kami ingin bertanya, apa yang Pak PS dan Pak Sandi bisa bantu terhadap PBB?"
Mantan menteri sekretaris negara era Presiden Gus Dur ini menegaskan pertanyaan itu dilontarkan karena PBB ingin ada keadilan dan keseimbangan politik. "Prinsipnya, kita harus saling membantu, bukan salah satu hanya diminta membantu saja. Manfaat saling membantu itu harus dirasakan secara timbal balik antara kedua pihak," tegas Yusril.
Ia menyebut selama ini apa yang telah diupayakan PBB mendukung total Prabowo dan Sandi sudah dibuktikan. Namun, kata dia, Gerindra tidak bisa membantu PBB mensinergikan strategi pemilu legislatif mendatang. Ini menjadi alasan Yusril membuka komunikasi dengan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dalam waktu dekat.
Namun, Yusril juga mengisyaratkan kepastian dukungan PBB di pilpres, tetap menunggu hasil Ijtima' GNPF Ulama II dan rapat bersama DPP dan DPD PBB pada Oktober mendatang. "Keputusan resminya nanti, kita juga akan menunggu hasil dua itu ke mana," imbuhnya.
Yusril mengatakan eksistensi PBB sebagai partai yang memiliki pertalian sejarah dengan Masyumi terancam 'punah'. Hal ini bisa terjadi bila pemilu legislatif (pileg) 2019, PBB kembali tidak dapat meraih kursi di parlemen Senayan di ambang batas empat persen.
Ia menyebut sudah 10 tahun sejak kepemimpinan MS Kaban, PBB meninggalkan kursi di parlemen Senayan. Dan sebagai Ketua Umum hasil Muktamar PBB di Bogor 2016, Yusril terpilih dan diamanahkan mengembalikan Fraksi PBB di pileg 2019.
Yusril menyebut, PBB sekarang punya kepentingan untuk mempertahankan eksistensinya. "Amanat Muktamar PBB kepada saya adalah menyukseskan Pemilu 2019 dengan membentuk kembali Fraksi PBB di DPR. Kalau sekali ini PBB gagal lagi, maka saya berpendapat lebih baik PBB bubar saja," kata Yusril kepada wartawan, Selasa (11/9).
Sebab, diakui dia, pertanggungjawaban yang ia pikul kepada seluruh keluarga besar Masyumi sangat berat. "Gagal sekali ini, maka dugaan saya, arus penerus Masyumi akan 'punah'," ungkapnya.
Karena itulah ia mengakui akan bersedia sekuat tenaga memimpin PBB kembali dengan misi menyelamatkan masa depan partai. Yakni dengan meloloskan perwakilan anggotanya di DPR. Ini sekaligus menjawab ia bukan ambisius mau jadi ketua partai. "Tidak sama sekali."
Berkaca pada proses pemilu serentak, pileg dan pilpres, yang akan berlangsung pada 2019 mendatang. Yusril mengakui kondisi ini akan sangat rumit bagi PBB. Selama ini PBB dicitrakan bagian dari perjuangan umat Islam, menolak kelompok penista agama dan memperjuangkan perlawanan terhadap persekusi ulama.
Kemudian, lanjut dia, enam partai, Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat, PBB dan Berkarya diminta bersatu mendukung Prabowo-Sandi. Ia mengakui selama ini, PBB sudah mulai all out mengajak anggota, simpatisan dan rakyat agar pilih paslon capres Prabowo-Sandi. Namun pada hari yang sama pileg akan dilaksanakan serentak.
Di saat itu, jelas Yusril, ia khawatir terlalu fokus sebagai tim pemenangan Prabowo-Sandi dan mungkin menjadi jurkamnas. Padahal Yusril sendiri merupakan caleg PBB DPR RI dari Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu.
Ia menilai kesibukannya akan terfokus pada pemenangan Prabowo-Sandi, sedangkan ia dan banyak caleg PBB lain memiliki tanggung jawab meloloskan partai melewati ambang batas parlemen empat persen. Di sisi lain, terang dia, calon-calon anggota legislatif Gerindra juga akan berkompetisi habis-habisan di satu wilayah, melawan lima caleg koalisi lain, termasuk caleg PBB.
Ia yakin Gerindra tentu berharap bukan saja capres dan cawapresnya terpilih, tetapi juga berharap ingin memenangkan pileg agar bisa menghadapi DPR. "Kalau keadaannya seperti ini, apa kontribusi Gerindra kepada kami, mendukung Prabowo-Sandi. Apa bantuan ke peserta 'koalisi' yang lain agar mereka juga bisa masuk ke DPR?" ujarnya.
Kalau ternyata membantu Prabowo-Sandi ini justru membuat PBB kalah merebut kursi di DPR RI, Yusril tentu tidak rela. Karena itu ia berharap ada di antara dua pihak kubu koalisi, termasuk Jokowi-Ma'ruf Amin berani mensinergiskan dukungan agar PBB bisa tetap lolos ke menuju parlemen Senayan.
PBB berpeluang merapat ke pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Hal ini tercermin dari pernyataan Yusril Ihza bahwa Jokowi, sebagai calon presiden pejawat, tidak perlu mundur atau cuti sebagai presiden.
“Jadi, di sini bisa dibaca ke mana arah politik Pak Yusril dan PBB sebenarnya,” kata Sekjen PBB Afriansyah Noor saat dikonfirmasi, Senin (10/9).
Ia mengatakan pernyataan tersebut memang pendapat akademik Yusril sebagai pakar di bidang hukum tatanegara. Pendapat akademiknya merupakan pandangan seorang negarawan yang melihat persolan bangsa dan negara secara obyektif dengan mengedepankan kepentingan seluruh bangsa dan negara.
Namun, ia menerangkan, pernyataan tersebut memiliki pesan politik yang tegas. Ia menambahkan sikap Yusril sebagai akademisi biasanya sejalan dengan sikap politiknya.
Bagi Yusril, ia menerangkan, seorang politisi haruslah mendasarkan sikap politiknya pada intelektualisme. “Beliau tidak pernah split personality dalam bersikap,” kata Afriansyah.
Kendati demikian, ia menyampaikan partainya belum memutuskan arah dukungan pada pilpres 2019 karena masih menunggu hasil Ijtima Ulama II. Ia menambahkan PBB tidak ingin memiliki pandangan yang bertabrakan dengan pandangan para ulama.
Yang jelas, kata dia, PBB akan berada dalam satu barisan dengan pasangan calon yang ada ulamanya. Dalam memutuskan dukungan, PBB mempertimbangkan segala sesuatu dengan menimbang-nimbang kepentingan bangsa, negara dan umat Islam.
Selain itu, ia menambahkan, PBB juga mempertimbangkan kemaslahatan PBB sebagai partai Islam sekaligus partai kebangsaan. "Manfaat dan mudharat dalam memberikan dukungan itu harus jelas, dan disasarkan kepada hitung-hitungan yang rasional," kata Afriansyah.
Partai koalisi pendukung pasangan calon Jokowi-Ma'ruf Amin atau Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang dikomandani Erick Thohir sebelumnya didukung sembilan partai politik. Yakni, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo dan PKPI. [rol]