GELORA.CO - Nama Erick Thohir digadang-gadang sebagai kandidat terkuat ketua tim kemenangan nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin. Jika ia benar-benar terpilih, maka ia akan melawan Djoko Santoso yang didaulat menjadi ketua timses kubu Prabowo-Sandi.
Lantas, bagaimana kekuatan keduanya jika diadu?
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai secara pengalaman berpolitik, Erick Thohir jelas kalah jauh dari Djoko Santoso. Namun, Erick masih memiliki peluang jika partai koalisi Jokowi memberikan dukungan secara all out tanpa syarat.
"Dengan catatan, teman-teman koalisi ini all out dan menerima apa adanya tanpa mempertimbangkan Erick Thohir ini siapa, partainya apa, dan seterusnya. Kalau dukungan itu diberikan, saya kira dia akan unggul," kata Adi kepada kumparan, Kamis (6/9).
Pasalnya, menurut dia, Djoko Santoso sudah cukup lama malang melintang di dunia politik. Sehingga, jika diadu head to head sebagai ketua timses, Djoko Santoso dinilai lebih berpengalaman.
"Tapi kalau sudah digabung dengan koalisi, tentu melihat kekuatan politiknya, yang lebih unggul Erick. Karena lebih dominan dukungan parpol penguasa," ulasnya.
Namun, Direktur Eksekutif Indobarometer M Qodari justru menilai Erick berpotensi unggul karena masih memegang momen Asian Games. Dengan kesuksesannya sebagai penyelenggara Asian Games, sosok Erick lebih dikenal oleh masyarakat.
"Selain itu dia masih muda, jadi istilahnya dia ini rising star begitu. Jadi kalau kategorinya, dia itu pemimpin sunrise. Sementara kalau Pak Djoko ini sudah mantan, purnawirawan begitu. Jadi kategorinya bukan rising star lagi, masa keemasannya sudah lewat," kata Qodari.
"Jadi Pak Djoko ini kategorinya pemimpin sunset-lah. Sudah selesai momennya sebenarnya, sudah purnawirawan," lanjut dia.
Jika berbicara soal pengalaman, Qodari membenarkan, memang Djoko lebih banyak makan asam garam di dunia politik. Namun menurutnya, pengalaman tersebut sudah tidak relevan karena zaman yang berubah.
"Jadi pengalaman yang relevan adalah pengalaman orang muda, karena dia mengalami situasi dan kondisi kontemporer. Kalau Pak Djoko, ini istilahnya orang zaman old. Mungkin secara politik, itu pemahaman lama," tuturnya.[kumparan]