GELORA.CO - Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab dicegah pemerintah Arab Saudi saat akan ke Malaysia. Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan akan menunggu penjelasan dari pihak Arab Saudi terkait pencegahan tersebut.
"Tunggu aja lah (penjelasan Arab Saudi), karena ini sudah disampaikan GNPF ke wakil ketua DPR, ada begini. Jawaban Pak Fadli Zon juga normatif kan? Setiap warga negara dibantu, dilindungi, dan sebagainya. Cuma bentuknya seperti apa kan? Masalahnya saja kita belum tahu," kata Abdul Kharis saat dihubungi, Rabu (26/9/2018).
Abdul Kharis mengatakan harus tetap menghormati hukum yang berlaku di Arab Saudi. Dia mengatakan jika pencegahan terhadap Rizieq merupakan persoalan internal Arab Saudi, maka tak boleh ada negara lain yang melakukan intervensi.
"Kalau masalahnya masalah internal Saudi kan kita tidak bisa intervensi. Yang bisa kita lakukan mediasi, advokasi. Seperti misalnya ada tenaga kerja kita ada masalah di sana, yang kita tempuh ya jalur hukum kita tempuh, kita kasih bantuan hukum, kan begitu," ucap Abdul Kharis.
"Kan kita harus hormati hukum yang berlaku di sana. Sama seperti ada orang luar negeri ada masalah di Indonesia, orang luar negeri kan harus hormati hukum Indonesia," sambung politikus PKS ini.
Pencegahan Rizieq ini diungkapkan tim advokasi GNPF-Ulama. Mereka mengadu ke Fadli Zon karena menganggap pencegahan ini sebagai bentuk diskriminasi karena Rizieq dilarang ke Malaysia tanpa alasan yang jelas.
Tim advokasi GNPF lalu curiga ada pihak-pihak yang mendalangi pencekalan tersebut. Atas hal itu, Nasrulloh meminta DPR memanggil Menlu, Kapolri, dan KaBIN untuk mempertanyakan persoalan tersebut. Fadli kemudian berencana mengirim surat untuk menjawab kecurigaan adanya pesanan dari pihak Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi untuk mencegah Habib Rizieq keluar dari Saudi.
Terkait hal ini Abdul Kharis mengatakan sulit dibuktikan soal ada pesanan pencegahan Rizieq. Kecuali ada bukti surat yang menyatakan pesanan tersebut.
"Sulit sekali kita mendikte negara lain untuk melakukan sesuatu. Saya malah tidak yakin adanya orderan sebelum adanya bukti surat. Sebagaimana kita didikte negara lain kan juga kita tidak mau," tuturnya.
Hal yang sama dikatakan anggota Komisi I lainnya, Meutya Hafid. Meutya mengatakan Arab Saudi punya hukum sendiri yang tak begitu saya bisa diminta-minta.
"Kalau dari perspektif sebagai Komisi I, saya melihat Arab Saudi sebagai negara yang besar, punya kedaulatan, punya hukum sendiri, sehingga tidak bisa juga diminta-minta," tutur Meutya saat dikonfirmasi terpisah.
Dia meminta segenap pihak menahan diri hingga ada penjelasan resmi dari pihak Arab Saudi.
"Ya ini kan belum clear masalahnya seperti apa, ada baiknya menunggu penjelasan dari pihak Arab Saudi. Kita tentu menghormati juga pihak Saudi karena memang berada di wilayah Arab Saudi mungkin ada alasan-alasan yang diberikan seperti apa nanti kita dengar dulu," ucap Meutya.
Redaksi detikcom telah berupaya meminta tanggapan Kedubes Arab Saudi di Indonesia mengenai pernyataan GNPF-U. Staf bidang humas Kedubes Saudi menyatakan kedutaan sedang libur pada Selasa (25/9), sehingga belum bisa memberikan tanggapan. Staf tersebut juga menyarankan agar redaksi menanyakan langsung ke Dubes Saudi untuk Indonesia pada Rabu (26/9) hari ini.
[dtk]