GELORA.CO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md berkelakar tentang dirinya yang tidak terpilih sebagai calon wakil presiden. Dia mengaku beruntung tak jadi cawapres, kok bisa?
"Untung saya tidak jadi cawapres. Kalau jadi, saya tidak akan bisa ada di sini. Hari ini pasti sudah sibuk keliling ke mana-mana. Namun semalam saya diskusi, Tuhan itu selalu membuat jalan sendiri menurut skenarionya sendiri. Sehingga kita tinggal menunggu kira-kira target Tuhan terhadap Indonesia itu seperti apa," kata Mahfud saat berpidato di Auditorium Universitas Negeri Padang, Selasa (25/9/2018).
Kontan saja, pernyataan ini membuat seisi ruangan tertawa dan bertepuk tangan. Mahfud hadir bersama juru bicara KPK Febri Diansyah dan peneliti ICW Donal Fariz. Mahfud berbicara tentang praktik korupsi politik.
Menurut dia, korupsi politik itu tidak ada dalam hukum. Namun, sejak 2015, dalam hukum Indonesia dikenal korupsi politik ketika MA membuat putusan 1261-pidsus-2015, yang memvonis Anas Urbaningrum telah melakukan korupsi politik.
"Justru sekarang yang banyak dan berbahaya itu korupsi politik. Dalam terminologi hukum memang tidak ada, namun putusan MA yang sudah inkrah menyebut dua kasus, yaitu korupsi politik Anas Urbaningrum dan Rina (Bupati Karanganyar). Artinya, korupsi yang dilakukan dengan menggunakan jabatan politik. Dilakukan oleh yang memiliki pengaruh kepada orang lain yang sifatnya koruptif," tambah Mahfud.
Ia menambahkan ketua partai yang menyuruh anggota DPR-nya mengumpulkan dana juga termasuk korupsi politik. Pada bagian lain, Mahfud juga menyindir putusan MK yang membolehkan mantan koruptor jadi caleg.
"Saya marah betul. Koruptor bisa jadi caleg. Dulu memang boleh, tapi dengan syarat sudah lima tahun keluar penjara dan tidak melakukan kejahatan lain. Lalu mengaku kepada masyarakat melalui media massa," ujarnya.
"Lalu, setelah saya keluar dari MK, ada putusan baru, pokoknya orang yang sudah keluar penjara dosanya sudah habis."
"MK membolehkan, bukan saya. Kalau saya, tidak akan membolehkan," ungkapnya.
[dtk]