GELORA.CO - Langkah Bank Indonesia (BI) yang melakukan intervensi sebesar Rp 3 triliun di pasar surat berharga negara (SBN), bukan solusi jangka panjang atas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan menegaskan bahwa langkah yang dilakukan BI, termasuk peningkatan suku bunga acuan sangat bersifat jangka pendek. Hal itu bisa ditafsir sebagai langkah mencegah kepanikan (panic button) yang dilakukan untuk menahan laju dana asing yang keluar (capital outflow).
Sebab menurut dia, terjadinya capital outflow akan membuat nilai tukar rupiah akan terus tertekan dan aliran modal asing yang keluar semakin tinggi, yakni mencapai Rp 8,6 triliun (year to date/ytd) sejak awal 2018.
"Itu hanyalah langkah jangkah pendek untuk cegah kepanikan," katanya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (1/9).
Menurut Ketua DPP Partai Gerindra ini Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) termasuk BI harus mengambil langkah konkret dalam mengobati masalah fundamental dari pelemahan nilai tukar rupiah itu.
Konkretnya, tambah anak buah Prabowo Subianto ini, pemerintah harus memperkuat kinerja ekonomi domestik. Pada konteks itu, pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat dengan menciptakan stabilitas harga, baik untuk bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan khususnya harga pangan.
"Langkah lain yang juga penting, adalah dengan melakukan pengetatan terhadap devisa hasil ekspor," tandasnya.
Meskipun pada kenyataannya pemerintah malah terus melakukan impor pangan. Hal itu diperparah dengan rencana kebijakan menaikan pajak penghasilan (PPh) atas 900 barang konsumsi impor, yang bisa diartikan respon terhadap makin menipisnya cadangan devisa dan defisit transaksi berjalan.
"Itu juga mempertegas bahwa memang masalah mendasar pelemahan rupiah kita karena pengelolaan internal yang belum baik. Instrumen pajak penghasilan (PPh) akan digunakan pemerintah untuk mengendalikan derasnya barang-barang impor yang selama ini menjadi penyebab defisit transaksi berjalan (CAD) bengkak. Melebarnya CAD membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS," imbuhnya.
Ditegaskannya bahwa pelemahan rupiah tidak melulu karena faktor eksternal. Makanya kata dia, pemerintah tak boleh terus-terusan menggeser kesalahan internal menjadi faktor ekternal.
"Ini bukan melulu karena kebijakan global, dan sebagainya. Masalahnya adalah pengelolaan ekonomi domestik yang keliru. Ini masalah fundamental yang disebut-sebut oleh pakar tentang account defisit, primary balance defisit, dan service payment defisit. Itu semua akhirnya menyebabkan adanya defisit pembayaran," pungkasnya. [rmol]