Oleh: Asyari Usman*
Ada yang mengatakan bahwa Jokowi sengaja membawa Ali Mochtar Ngabalin agar bisa menghadapi oposisi dengan cara agresif dan kasar. Mungkin ada benarnya.
Ngabalin terbilang politisi yang sudah sangat terbiasa dengan cara jalanan. Dulu dia nyaris ado otot melawan Pak Yoris Raweyai, sesama Golkar. Keduanya, di siaran live televisi, beradu mulut perihal munas Golkar.
Harus diakui talenta Ngabalin dalam bertengkar. Dia berani. Walaupun di sana-sini orang bilang dia ngawur.
Pada saat yang genting bagi Jokowi menghadapi aktivitas #2019GantiPresiden sekarang ini, jurubicara seperti ngabalin sangat diperlukan. Kubu Jokowi perlu agresif. Tidak bisa lagi defensif.
Beberapa hari lalu, dalam siaran live Dua-Sisi di TVOne, Ngabalin membuktikan dirinya. Dia sangat efektif menghadapi Fadli Zon, Neno Warisman dan Mahendradatta. Neno kelihatan ‘gerem’. Fadli Zon terlihat harus berbicara ‘high speed’ untuk mengimbangi gaya ‘tak mau kalah’ yang ditayangkan oleh Ngabalin.
Pak Mahendradatta, melalui sambungan telefon, kelihatannya tersinggung. Ngabalin mengatakan “datang kau ke sini”, “aku tunggu kau sini”, dlsb. Dia tujukan itu ke Pak Mahendra. Sampai-sampai pengcara senior ini meletakkan telefonnya dan tak sudi melanjutkan pertengkaran dengan Ngabalin.
Ngabalin mungkin merasa ‘menang’. Tapi, dia lupa bahwa gaya yang dia tampilkan di acara Dua-Sisi itu merusak Jokowi. Salah satu yang sangat merusak dari Ngabalin adalah pernyataan dua bahwa kegiatan #2019GantiPresiden adalah gerakan makar.
Ucapan ini membuat orang-orang yang hafal konstitusi dan mengerti demokrasi menjadi terperangah. Salah seorang loyalis Jokowi mengatakan, ucapan Ngabalin tidak punya landasan logika. Menurut Ade Armando, pernyataan Ngabalin itu ‘fasis’. Tampaknya, Armando ingin menyampaikan pesan ke Jokowi agar berhenti memakai Ngabalin.
Akankah para penasihat Jokowi menganjurkan agar Ngabalin ‘dinon-aktifkan’? Belum tentu. Saya yakin akan ada segmen di kubu Jokowi yang ‘menyukai’ gaya Ngabalin dan akan membela dia.
Siapakah mereka? Inilah yang menjadi tanda tanya. Sebab, di dalam koalis petahana ada Golkar —yang merupakan partai asal Ngabalin. Pastilah mereka akan berusaha meyakinkan Jokowi bahwa cara agresif Ngabalin akan membawa hasil positif.
Iyakah positif? Reaksi publik lain. Keagresifan Ngabalin dikutuk. Para netizen di berbagai media sosial menyuarakan kejengkelan mereka. Mereka serentak mengatakan “mau muntah” melihat gaya premanisme Ngabalin. Sekarang, Ngabalin menghancurkan simpati masyarakat pada Jokowi. Banyak yang percaya elektabilitas petahan akan terkikis.
Ade Armando mencela Ngabalin dengan tujuan agar Istana segera membuang Ngabalin. Armando biasanya menjadi acuan juga. Tapi, segmen Golkar di kubu Jokowi sangat piawai. Mereka mampu menepis celaan Armando terhadap Ngabalin. Tambahan lagi Jokowi memang perlu dukungan kuat Golkar untuk mengerem dominasi PDIP.
Jadi, Ngabalin kemungkinan akan ‘survive’. Dan Golkar senang. Karena misi mereka bisa terlaksana. Ngabalin bukan sekadar ‘minta kerja’ ke Jokowi untuk mengasapi dapurnya. Anda naif kalau menyangka begitu.
Ngabalin masuk ke Istana sebagai alat Golkar. Ngabalin berfungsi sebagai pelaksana “musuh dalam selimut” dalam misi besar Partai Beringin yang derjudul “senyum di depan, tusuk dari belakang”.
Di pilpres ini, Golkar tidak menyembunyikan manuver politik dua kaki. Ikut dalam gerbong Jokowi tetapi sambil melirik tempat melompat ke kubu oposisi. Kubu Prabowo. Artinya, kalau Jokowi menang, mereka pasti kebagian jatah kabinet. Kakau kalah, mereka pun bisa cepat bermesraan dengan Prabowo.
Belakangan ini sejumlah tokoh Beringin menunjukkan manuver dua kaki itu. Mereka menjumpai cawapres oposisi, Sandiaga Uno. Disebut silaturahmi. Begitulah resminya. Tapi, dalam suasana pilpres hari ini, publik tak ‘kan menerima itu sebagai “politics-free encounter” (pertemuan bebas politik). Non sense!
Manuver dua kaki ini cukup mencurigakan, semestinya. Tapi, Golkar memang lihai bermain. Sudah jelas-jelas menunjukkan gejala bermain dua kaki, kubu Jokowi tetap bisa dibuat tak curiga. Itulah Golkar. Partai dengan ‘highly trained politicians’. Rata-rata politisi mereka sangat terlatih untuk menenangkan lawan-lawan.
Golkar bisa buat kubu Jokowi tidak resah melihat gaya Ngabalin. Padahal, publik telah menunjukkan kekesalan.
Itulah hebatnya cara Golkar menghancurkan Jokowi lewat mulut Ngabalin. [swa]
*) Penulis adalah wartawan senior