Demo Hari Tani di Riau Ricuh, Tiga Mahasiswa Terluka

Demo Hari Tani di Riau Ricuh, Tiga Mahasiswa Terluka

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Ribuan mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat kepolisian, saat menggelar aksi demonstrasi yang bertepatan dengan Hari Tani ke-58 di depan kantor DPRD Riau, Senin (24/9). Akibatnya, tiga orang mahasiswa mengalami luka.

Ketiga mahasiswa tersebut yakni, Kurnia Zenmiza dari Fakultas Matematika dan Ilmu Alam (FMIPA) Universitas Riau (UNRI); Nurfanto dari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) dan Romidal dari Fakultas Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI).

Bentrokan antara mahasiswa dan polisi bermula ketika mahasiswa melakukan orasi. Dimulai dengan aksi saling dorong dan pelemparan botol air mineral maupun sepatu tampak berterbangan.

Kurnia Zenmiza salah seorang mahasiswa mengatakan, dirinya terluka ketika berada di barisan paling depan. Saat itu mahasiswa dan polisi saling dorong mendorong. Hingga akhirnya ia terjatuh. "Saya diinjak, ada polwan yang pukul pakai kayu. Celana saya ditarik sampai robek," kata dia, Senin (24/9).

Akibatnya, beberapa bagian tubuhnya terasa sakit. Diantaranya, pipi memar dan dada terasa sesak. Kurnia pun langsung digiring oleh rekannya ke ambulans. Kurnia dan dua rekannya yang terluka ditempatkan di satu ambulans. Kemudian mereka dibawa ke rumah sakit terdekat. 

Pada aksi kali ini, ribuan mahasiswa menuntut, agar pemerintah dapat menuntaskan target program Perhutanan Sosial seluas 4,38 juta ha dan Tanah Objek Reforma Agraria seluas 9 juta hektar.

Kemudian, mahasiswa menuntut pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria di Riau. Selain itu juga, menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Presiden terhadap retrstribusi reforma agraria di Provinsi Riau.

Mereka juga menuntut pemerintah, untuk membuat sentra-sentra produksi lokal atas pangan, sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di Indonesia. Serta menuntut pemerintah dalam menstabilkan nilai perekonomian nasional.

Selain itu, mahasiswa juga mengecam segala tindakan pengebirian demokrasi; ancaman-ancaman premanisme; regulasi yang mengkoptasi kegiatan mahasiswa di dalam kampus ataupun di luar kampus. Hal itu, dianggap menyebabkan ruang-ruang aspirasi dan pergerakan di belenggu.

Massa aksi juga mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, serta Kapolri untuk mencopot setiap polisi yang bertindak represif. Terakhir, mereka meminta Kapolri serta Presiden Republik Indonesia meminta maaf secara terbuka kepada mahasiswa se-Indonesia terhadap tindakan represif di Medan pada Kamis, 20 September 2018 kemarin. [jpc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita