GELORA.CO - Dana dan bantuan untuk korban bencana alam rawan disalahgunakan/ditilep. Sumbangan yang mestinya menjadi hak para korban gempa ditilep oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Sejumlah kasus penyalahgunaan bantuan gempa sudah terungkap dan sejumlah oknum sudah diadili dan dijatuhkan hukuman. Sejumlah kalangan mengingatkan bantuan Triliunan Rupiah untuk korban gempa Lombok, NTB, harus diawasi ketat karena rawan menjadi bancakan oknum-oknum tidak bertanggungjawab.
Tak hanya uang, bantuan material berupa bahan makanan, selimut, pakaian, tenda, dan lainnya untuk korban gempa, juga sering diselewengkan oknum-oknum tersebut.
Masalah dugaan penyelewengan bantuan gempa kerap terdengar di ranah publik. Beberapa waktu lalu, Manajer dana internasional Bank Dunia untuk bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, Joe Leitman, mengatakan dana bantuan yang dijanjikan Australia tidak sampai ke Aceh.
Pada wawancara radio yang dikutip laman ABC, 20 Agustus 2005 lalu, Leitman ketika itu mengatakan kontribusi pemerintah Australia hanya seperdelapan dari $1 miliar atau Rp12,8 triliun yang dijanjikan.
Pada Januari 2005, setelah terjadinya bencana tsunami pada 26 Desember 2004, pemerintah Australia mengumumkan keinginan memberi donasi, di bawah apa yang mereka sebut kemitraan Australia-Indonesia. Dana itu akan digunakan untuk membangun rumah-rumah bagi para korban bencana. "Akan baik untuk melihat kontribusi Australia, dan mungkin bertanya kemana (dana) itu sampai," kata Leitman.
Korupsi dana korban gempa juga terjadi di Bantul, modusnya adalah dengan memotong dana rekonstruksi untuk rumah korban gempa. Rumah warga yang rusak berat seharusnya mendapatkan bantuan 15 juta rupiah per rumah tetapi terdakwa memotongnya sebesar 5 sampai 7 juta rupiah.
Sidang dugaan korupsi dana bantuan gempa juga terjadi di Sumbar, besarnya Rp500 juta. Terdakwanya adalah HH. Terdakwa memerintahkan bawahannya untuk menerbitkan dua lembar cek dari dana rekening korban bencana gempa Bengkuku dan Sumatera Barat
Dana untuk korban gempa Liwa, Lampung juga ternyata sebagiannya juga ditilep oleh para oknum pejabat publik di daerah tersebut.
Selain pejabat tinggi pusat dan daerah, kasus dugaan korupsi atau penyimpangan dana bantuan korban gempa juga terjadi pada tingkat pemerintahan terendah, perangkat desa, dan warga bukan korban gempa.
Sumbangan untuk korban gempa bumi di Pidie Jaya dari Dewan Perwakilan Daerah-Republik Indonesia (DPD-RI) beberapa waktu lalu diduga ditilep. Sedianya, lembaga itu menyerahkan bantuan senilai Rp 409 juta. Namun dana yang diterima hanya Rp 350 juta.
“Uang dalam plastik ketika saya terima dari pak wakil masih terikat dengan rapi. Ketika saya bawa ke Bank untuk dimasukkan ke rekening satgas dan dihitung, jumlah uangnya hanya Rp 350 juta. Jadi, saya tidak mungkin menulis Rp 409 juta, sedangkan yang kami hitung dan kami terima Rp 350 juta,” kata Bendahara Posko Induk Penanggulangan Bencana Pidie Jaya, Diwarsyah, kemarin.
Wakil Bupati Pidie Jaya, Said Mulyadi, mengatakan dirinya hanya menerima uang Rp 350 juta dari para senator. Bukan Rp 409 juta. “Yang kita terima waktu dihitung di Bank BPD sebesar Rp 350 juta,” kata dia membalas pesan AJNN.
“Alokasi bantuan gempa menguap kemana-mana, dijadikan peluang para koruptor memperkaya diri. Oknum aparat pemerintah daerah dari tingkat desa sampai provinsi memanfaatkan dana gempa untuk memerkaya diri sendiri,” ujar pengamat kebijakan publik, Zulfikar Akbar kepada Harian Terbit, Kamis (30/8/2018).
Sementara itu, Koordinator Koalisi Pemuda Indonesia Anti Korupsi (KPIAK Alan M. Somadayo mengatakan, gempa Lombok adalah duka rakyat dan bangsa indonesia. Oleh karena itu siapapun yang memanfaatkan gempa Lombok untuk mengais uang yang bersumber dari donatur atau dari lembaga kemanusiaan wajib dihukum. Polri sebagai penegak hukum harus menangkap oknum tersebut.
"Perbuatan oknum tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perbuatan melawan hukum. Tidak ada alasan oknum bebas dari jeratan hukum," tegas Alan dihubungi Kamis (30/8/2018).
Dia meminta agar Polri dan pemerintah pusat untuk mengontrol dana bantuan. "Saya mendorong Polri dan pemerintah pusat agar benar-benar mengontrol aliran dana bantuan yang nanti disalurkan pada korban bencana alam di Lombok," paparnya.
Alan mengaku saat ini sedang mengumpulkan bukti dan data adanya korupsi untuk korban gempa Lombok. Jika bukti sudah dimiliki, Alan pun tidak segan - segan untuk melaporkannya kepada polisi.
Sementara itu Ketua Umum Lembaga Pengkajian Pembangunan dan Korupsi Nasional (LPKN) Marjuddin Waruwu mengatakan, pihaknya akan segera membuat pengawalan khusus terkait adanya dugaan bantuan gempa Lombok. Pengawalan dilakukan guna pendistribusian bantuan gempa Lombok bisa tepat sasaran dan tepat guna. Apalagi banyaknya sistem penyelenggaraan di beberapa institusi yang terkesan tumpang tindih.
"Perinsipnya kita dari DPP LPKN RI akan lakukan pendalaman dan pengujian atas perbuatan tercela atau menguntungkan beberapa orang atau sekelompok orang terkait bantuan gempa Lombok yang diduga ditilep," paparnya.
Guna lengkapnya pemberkasan, sambung Marjuddin, pihaknya sangat berharap adanya masukan dari masyarakat yang mendapati adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan oemberian atau pendistribusian bantuan untuk korban gempa Lombok. Sehingga para korban gempa Lombok tidak lagi di manfaatkan untuk mencari keuntungan saja. [htc]