GELORA.CO - Nama Ustaz Abdul Somad sebagai cawapres Prabowo rekomendasi dari Ijtima' Ulama, masih ramai diperbincangkan.
Selain Ustaz Abdul Somad, Salim Segaf Al-Jufri juga jadi kandidat cawapres Prabowo.
Meski begitu, Ustaz Abdul Somad pun berulang kali menegaskan bahwa dirinya lebih senang menjadi guru ngaji ketimbang jadi pemimpin.
Namun, sepertinya beberapa orang masih tetap berharap agar Ustaz Abdul Somad mau maju mendampingi Prabowo.
Melihat banyaknya harapan masyarakat terhadap dirinya, Ustaz Abdul Somad pun mengatakan bahwa terlalu berharap padanya malah akan menimbulkan kekecewaan.
"Puncak kekecewaan adalah terlalu berharap, jadi kalau orang terlalu berharap kepada saya nanti akan akan kecewa dan berakhir marah, maka harapan tertinggi adalah harapan kepada Allah SWT, berharap kepada harta akan binasa, berharap kepada manusia akan kecewa," ujarnya saat ditanya jurnalis TV One, Balqis Manisang, dilansir dari akun YouTube Talkshow tvOne, Selasa (7/8/2018).
Ia pun membeberkan bahwa dalam memilih pemimpin tidak bisa hanya sekedar dilihat dari banyaknya pencarian di internet.
"Yang paling banyak dicari di internet itu tidak bisa dijadikan standar, Ustaz Abdul Somad banyak dicari di internet, tapi masih lebih banyak orang cari Nisa Sabyan," ujarnya sambil tertawa.
Balqis Manisang kemudian menanyakan soal namanya yang masih santer disebut jelang pendaftaran capres dan cawapres 2019.
Lagi-lagi, Ustaz Abdul Somad mengatakan kalau sejak awal mengetahui dirinya direkomendasikan oleh Ijtima Ulama, ia lebih mendukung Salim Segaf Al-Jufri.
"Beliau S1, S2, S3 di madinah, pernah menjadi dubes, ilmunya semuanya, kematangan emosionalnya, guru kita semua, mengajar, politik, jadi saya kira itulah saya berikan kepada guru kita tersebut," jelasnya.
Setelah itu, Ustaz Abdul Somad juga menegaskan, bahwa ia tidak pernah memberikan dukungan secara langsung pada satu golongan.
"Untuk dukung mendukung ke depan, sampai hari ini bisa dicek ceramah kita satu persatu, tidak pernah menyebut nama, tidak pernah menyebut partai, nomor dan warna, kita hanya bercerita secara umum. Pilihlah pemimpin yang peduli pada islam, yang sayang kepada ulama, amanah, adil, itu saja, tidak pernah menyebut spesifik partai golongan, kelompok," urainya.
Kemudian ia juga kembali menjelaskan kalau dirinya lebih tepat di posisinya saat ini, yakni sebagai Da'i dan pendidik saja.
"Kenapa saya pendidik, karena saya di kampus, kenapa saya Da'i, karena saya mengajak masyarakat umum," tandasnya.
Ia pun kemudian menjelaskan bahwa yang paling mengerti tentang dirinya, ya diri dia sendiri.
"Dalam dunia politik sulit untuk mengatakan tidak, saya sendiri pada jamaah sulit untuk mengatakan tidak, maka masjid manapun minta saya bilang iya, kalau itu dibawa ke politik bisa kacau, saya iyakan semua, itu contoh kecil," jelasnya.
Ia lalu kembali memberikan contoh yang biasa ia lakukan dan tidak bisa diterapkan di politik.
"Saya orangnya terlalu mudah, tak sampai hati melihat orang, saya tidak bisa mempersulit orang, kalau dalam pendidikan baik, kalau di dunia politik tidak bisa," tambahnya.
Bahkan ada satu tulisan yang sampai menggugah hatinya dan menunjukkan kelemahannya.
Untuk itu, ia mengatakan kalau Ustaz Abdul Somad sampai akhir hayat akan terus berdakwah.
"Tulisan betapa Somad keliru dalam beberapa hal, karena dia tidak punya darah politik, tulisan itu sangat menyentuh hati saya dan menunjukkan kelemahan saya, bahwa saya seorang murni akademisi, pendidik, penulis, dan itu sudah saya geluti," ujarnya.
Ia pun menambahkan kalau dirinya akan terus berdakwah sampai akhir khayatnya.
"Itulah dunia saya, dan saya selalu menulis saya adalah guru mengaji, dan sampai akhir hayat semoga diberikan Allah SWT kesempatan menyampaikan dakwah ini, mati dalam keadaan khusnul khotimah," tegasnya. [tribun]