Tiadakan Takbir Keliling, Rembuk Pemuda: Pantas Saja Tebing Tinggi Jadi Kota Terkorup

Tiadakan Takbir Keliling, Rembuk Pemuda: Pantas Saja Tebing Tinggi Jadi Kota Terkorup

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Rembuk Pemuda Kota Tebing Tinggi buka suara soal kebijakan Pemko Tebing Tinggi.

Mereka mengutuk keras tindakan penyalahgunaan kebijakan yang dilakukan oleh Pemko Tebing Tinggi dalam surat edaran tanggal 15 Agustus 2018 No 003/6035/Kesra yang menyatakan “Takbiran keliling ditiadakan untuk menjaga keamanan dan ketertiban”.

Sekretaris Kordinator Rembuk Pemuda Kota Tebing Tinggi, Teddy Firmansyah Supardi mengatakan, bahwa pada surat edaran kedua tanggal 20 Agustus 2018 No 451/6127/Kesra juga menyatakan “Tidak melaksanakan takbiran keliling dan dilaksanakan pada Mesjid/Lingkungan masing-masing”.

“Kedua isi surat tersebut dengan jelas menyatakan ‘melarang takbiran keliling karena mengganggu keamanan dan ketertiban’,” kata Teddy melalui keterangan tertulis ke redaksi PojokSatu.id di Jakarta, Sabtu (25/8).

Menurut Teddy, melarang takbiran keliling merupakan kebijakan intoleransi. Secara terbuka pula Pemko Tebing Tinggi telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk mengatur kehidupan publik, khususnya Umat Islam di kota ini.

“Karena telah menganggap takbiran keliling merupakan sarana yang tidak menciptakan ketertiban dan keamanan,” ucapnya.

Dia menegaskan, pengaturan kehidupan beragama di ruang publik yang cenderung diskriminasi menunjukkan praktik kebijakan intoleran yang dilakukan Pemko Tebing Tinggi.

“Kebijakan seperti itu, tentu sangat membahayakan kebebasan beragama. Sekaligus menunjukkan bahwa ada yang salah dalam tata kelola pengambilan kebijakan dan manajemen birokrasi yang cenderung membatasi dan menghalangi kebebasan beragama di ruang publik,” jelasnya.

Dalam pandangan Rembuk Pemuda, modal sosial umat Islam sangatlah kuat untuk melakukan takbir keliling tanpa fasilitas dan insentif dari Pemko Tebing Tinggi.

“Melarang inisiatif Umat Islam sama saja menghalangi tumbuhnya modal sosial dalam Umat yang memiliki inisiatif besar,” ujarnya.

Teddy menyatakan, kebijakan itu tentu saja kontraproduktif dibandingkan dengan bagaimana alokasi anggaran infrastruktur Kota Tebing Tinggi yang besar. Tetapi tidak memiliki tingkat manfaat yang besar dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

“Bayangkan, pada tahun 2015 kota ini menjadi kota paling timpang se-Sumatera Utara dengan Rasio Gini sebesar 0,39. Dan, pada tahun 2013 menjadi Kota Terkorup versi temuan FITRA dengan dugaan kerugian sebesar 13 miliar,” jelas Teddy.

“Bahkan, baru-baru ini Pemko Tebing Tinggi menghabiskan uang yang tidak sedikit untuk melaksanakan hiburan rakyat,” sambungnya.

Lalu bagaimana logika Pemko Tebing Tinggi yang melarang inisiatif umat Islam untuk melaksanakan takbir keliling?

Rembuk Pemuda Tebing Tinggi mendorong Pemko Tebing Tinggi untuk jujur dengan pengambilan kebijakan tersebut.

Tidaklah baik membuat kebijakan tetapi memiliki cacat logika kebijakan yang berdampak buruk pada kehidupan beragama di Kota Tebing Tinggi.

“Pemko Tebing Tinggi harus terbuka bahwa narasi pada tiga surat edaran tersebut merupakan bentuk penyudutan terhadap aktivitas keagamaan yang sama sekali tidak memiliki sejarah masalah di Kota Tebing Tinggi,” tegas Teddy. [psid]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita