GELORA.CO - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menanggapi tudingan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan soal utang pemerintah. Menurut Sri Mulyani, pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp 396 triliun dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017.
Dari jumlah tersebut, 44 persen adalah utang yang dibuat pada periode sebelum era Presiden Jokowi. "Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu," ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari status akun Facebook resminya, Senin, 20 Agustus 2018.
Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional seperti diketahui pernah menjabat Menteri kehutanan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia mengemban jabatan itu selama sekitar lima tahun dari 22 Oktober 2009 – 1 Oktober 2014.
Unggahan Sri mulyani di media sosial itu adalah jawaban atas kritik yang dilontarkan Zulkifli dalam pidato sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Kamis pekan lalu, 16 Agustus 2018. Waktu itu, ia menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang Pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun. Pada sore harinya, Sri Mulyani menanggapi bahwa pemerintah selama ini sangat hati-hati dalam mengelola utang.
Zulkifli menyebut angka itu tidak wajar. Pasalnya, menurut dia, angka tersebut tujuh kali lebih besar dari dana desa dan enam kali lebih besar dari anggaran kesehatan. Sementara, Sri Mulyani menilai pernyataan Zulkifli bermuatan politis dan menyesatkan.
Sri Mulyani lantas menjelaskan bahwa 31,5 persen pembayaran pokok utang adalah untuk instrumen Surat Perbendaharaan Negara atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah yang bertenor di bawah satu tahun dan merupakan instrumen untuk mengelola arus kas. "Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan," ujarnya.
Setelah Zulkifli melontarkan kritik dengan perbandingan, Sri Mulyani berusaha menjawab tudingan itu dengan perbandingan jumlah pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan anggaran Dana Desa.
Sri Mulyani menjelaskan, jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp 117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 25,6 triliun. Jadi perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat.
Pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp 396 triliun sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali. Artinya, ujar bekas Direktur Bank Dunia itu, rasio yang baru tersebut sudah menurun dalam sembilan tahun sebesar 19,4 persen.
Bahkan, di tahun 2019, Sri Mulyani berujar anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp 122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7 persen. Pada periode tahun depan, anggaran kesehatan tidak hanya untuk dana yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, termasuk dana alokasi khusus Kesehatan dan Keluarga Berencana.
"Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang?" ujar Sri Mulyani. "Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?"
Hingga berita ini ditulis, status Sri Mulyani itu sudah ditanggapi oleh 1.500 komenter oleh netizen dan di-share sebanyak 7.700 kali. Sejak lima jam yang lalu diunggah hingga kini sudah ada 10 ribu orang yang membubuhkan tanda emoji terhadap status tersebut. [tempo]