GELORA.CO - Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng yang juga adik kandung Gus Dur, KH. Sholahuddin Wahid setuju atas himbauan agar NU kembali ke Khittah 1926, tidak ditarik-tarik ke politik. Ini seperti imbauan putri kedua almarhum Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid (Yenny Wahid) agar NU secara organisasi tetap netral selama pilpres 2019.
"Saya sepakat, struktur NU perlu duduk bareng untuk menyamakan persepsi. Karena sekarang NU sudah menjadi alat politik khususnya PKB," kata pria yang akrab disapa Gus Sholah ini kepada Republika, Senin (20/8).
Secara kultural, diakui dia, memang tidak ada masalah NU dengan PPP dan PKB. Namun secara organisasi menurut dia, NU akan sangat rugi bila ditarik ke PPP atau ke PKB. Sebab, kader NU itu tersebar di berbagai partai politik, bukan hanya di PPP dan PKB.
"Seharusnya NU berada di atas semua partai politik. Jadi NU seharusnya menempatkan diri di atas semua politik praktis," tegas Gus Sholah.
Terkait ada imbauan Rais Aam NU, bahwa kaum nahdliyin harus memilih Jokowi. Menurut Gus Sholah sebelum imbauan itu keluar harusnya penuh pertimbangan matang. Pertimbangannya adalah kepentingan rakyat harus nomor satu, dibandingkan kepentingan yang lain-lain, termasuk kepentingan NU.
"Kalau saya pribadi pegangan saya memilih kepentingan rakyat diutamakan, kedua kepentingan agama Islam. Baru kepentingan NU," ujar Gus Sholah.
Diakui Gus Sholah cara berpolitik yang kurang elok dari partai politik, khususnya PPP dan PKB ditunjukkan kepada Mahfud MD. "Banyak warga NU yang saya ngobrol mereka kecewa, karena caranya," katanya menambahkan.
Secara pribadi, Gus Sholah tetap menyambut baik ditunjuknya KH Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden (cawapres) Jokowi. Namun ia melihat dijadikannya Ma'ruf Amin sebagai cawapres ini justru membebani diri Kiai Ma'ruf.
"Pak Ma'ruf baik. Cuma Kiai Ma'ruf sudah sepuh. Kita khawatir tugas ini membebani beliau. Walaupun dokter menyatakan sehat, tetapi orang dengan usia sudah 70 tentu berbeda dengan mereka yang berusia 50," jelas Gus Sholah.
Sebelumnya Putri almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid mengatakan bahwa NU seharusnya berjalan sesuai dengan Khittah NU 1926 yang digulirkan dalam Muktamar ke-27 NU tahun 1984 di Situbondo. Dalam Khittah NU 1926 tersebut ditegaskan secara organisasi NU tidak boleh berpolitik praktis meskipun yang maju dalam Pilpres merupakan Rais Aam PBNU.
"NU tidak boleh berpolitik praktis. Itu semua sudah menyadari. Dan Saya kira ini sudah menjadi pegangan sikap kita semua," ujar Yenny saat ditemui dalam acara Istighasah Kubra di halaman Masjid Jami' Nurul Islam Koja, Jalan Cipeucang II, Koja, Jakarta Utara, Ahad (19/8) malam.
Kendati demikian, menurut dia, secara individu warga NU boleh berpolitik dan boleh memilih siapapun calon pemimpinnya. Bahkan, kata dia, warga NU juga boleh menjadi tim sukses dari pasangan Jokowi-Kiai Ma'ruf Amin ataupun pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. [rol]