GELORA.CO - Pelemahan kurs rupiah yang tembus di angka Rp 14.735 per dolar AS mengakibatkan perekonomian Indonesia semakin menemui titik nadir.
"Utang luar negeri sektor swasta yang juga besar akan terdampak dari pelemahan kurs," kata pengamat ekonomi Salamudin Daeng kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (30/8).
Bahkan, beban utang jatuh tempo yang bisa tembus Rp 400 triliun di tahun 2018 ini akan membuat APBN makin defisit. Belum lagi utang di BUMN dan sektor swasta.
"Pemerintah, BUMN dan swasta secara serempak tidak bisa bayar utang. Ini tentu gawat," ungkapnya.
Pria asal NTB ini mengatakan, kondisi krisis saat ini berbeda jika dibandingkan dengan krisis tahun 1998.
"Krisis 98 swasta tidak bisa bayar utang, tapi keuangan pemerintah sehat, pemerintah disuruh IMF menanggung utang swasta. Sekarang tidak bisa lagi, sama-sama berat," imbuhnya.
Namun, apabila pemerintah memaksakan menambah beban utang guna menutupi utang BUMN dan swasta maka kondisinya justru bertambah buruk.
Menurut Daeng, kondisi perekonomian nasional sangat sulit dan hampir tidak ada jalan keluarnya. Dia pun kebingungan ketika ditanya solusinya.
"Bisa saja, pemerintah masih yakin dengan banyak uang. Tapi faktanya neraca eksternal defisit, APBN parah. Ini krisis tapi solusi enggak ada yang baru sekarang ini," pungkasnya. [rmol]