GELORA.CO - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy tak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (20/8) kemarin.
KPK sedianya memeriksa Romahurmuziy berkaitan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik KPK di rumah Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono beberapa waktu lalu.
Ketua DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz, mengatakan berhalangan hadir saat pemeriksaan sangatlah wajar. Pasalnya ketua umumnya sedang ada kegiatan lain di Jawa Tengah.
"Saya kira wajar saja ya. Hal yang biasa saja dipanggil. Karena untuk klarifikasi saja. Tidak ada yang luar biasa," ujar Irgan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/8).
Anggora Komisi IX DPR ini membantah ada aliran dana yang mengalir ke PPP. Hal itu hanya kebetulan saja KPK melakukan penggeledahan terhadap kader PPP.
"Enggak ada itu. Kebetulan aja ada beberapa yang diperiksa," katanya.
Lebih lanjut dikatakan Irgan, pemeriksaan Romahurmuziy ke KPK bukan berkaitan dengan kapasitasnya sebagai Anggota Komisi XI DPR. Melainkan Ketua Umum PPP.
"Enggak saya kira kapasitasnya dalam ketua umum partai," pungkasnya.
Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Ketua Umum Romahurmuziy atau Rommy, tak memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Staf Rommy juga sudah datang ke KPK untuk meminta izin bahwa tidak bisa menghadiri pemeriksaan di lembaga antirasuah ini.
Dalam kasus ini KPK menetapkan empat tersangka, Yaya Purnomo dan Amin Santono bekas anggota Komisi Keuangan DPR . Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lain dari pihak kontraktor yakni Ahmad Ghiast dan Eka Kamaluddin sebagai pemberi hadiah.
Kasus ini terungkap bermula dari operasi tangkap tangan yang digelar KPK terhadap Amin di kawasan Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada 4 Mei 2018. Dalam operasi itu, KPK menyita Rp 400 juta dan bukti transfer Rp 100 juta kepada Amin, serta dokumen proposal dari mobilnya. Setelah menangkap Amin, KPK kemudian menangkap Yaya, serta Ahmad dan Eka di lokasi berbeda.
KPK menyangka total uang Rp 500 juta yang diterima Amin adalah sebagian dari suap yang dijanjikan sebesar 7 persen dalam dua proyek di Kabupaten Sumedang bernilai Rp 25 miliar. [jpc]