Pengamat ini Sebut Gerakan 2019 Ganti Presiden sebagai Makar

Pengamat ini Sebut Gerakan 2019 Ganti Presiden sebagai Makar

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pengamat Politik yang juga purnabakti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mochtar Pabotinggi memberikan komentar terkait gerakan 2019 Ganti Presiden.

Tanggapan itu diberikan Mochtar melalui Twitter miliknya, @MPabotinggi, Senin (27/8/2018).

Mochtar mengatakan jika gerakan itu merupakan niat makar.

Hal ini dikarenakan gerakan itu ingin memaksakan untu ganti presiden di luar proses demokrasi.

Mochtar juga menganggap jika gerakan ini merupakan wacana politik yang terburuk setelah kemerdekaan.

"NIAT MAKAR, bagi saya, memang terbersit dalam #2019GantiPresiden!

Itu ingin memaksakan digantikannya seorang presiden di luar proses demokrasi sebagaimana mestinya.

Konyol dan pandir sekaligus, itulah wacana politik terburuk di sepanjang kemerdekaan!," tulis Mochtar.





Tweet dari Mochtar ini mendapatkan tanggapan dari netizen yang juga dibalas oleh Mochtar.

@NediSetiadi: Ga gampang bikin Makar Prof.. Kalau cuma diliat dari niat, cuma Tuhan dan manusia tsb yg tahu, anda terlalu phobia dengan #2019GantiPresiden. Jangan terlalu sensitve prof kecuali anda lagi sedang bermasalah.

@MPabotinggi: Memang saya tak bermasalah, Bung Nedi. Hahaha!.

@NediSetiadi: Iya pikiran anda bermasalah kayaknya.

@MPabotinggi: Hanya orang yang hasratnya sudah mati dan pikirannya sudah tak jalan yang tak bermasalah. Hehehe!

@prasetyapanjhe: Bukankah menyatakan pendapat di muka umum adalah bagian dari demokrasi prof?, Maaf bagian yang "konyol dan Pandir" itu menurut saya malah melarang kegiatan tersebut.

@MPabottingi: Di negara demokrasi mana pun, hanya orang tak terdidik yang menyatakan bahwa semua pendapat bisa dinyatakan di muka umum. Syaratnya adalah kewarasan atau rasionalitas publik.

@prasetyapanjhe: Oke , sekarang bagian mana dari kegiatan tersebut yang dinilai tidak waras atau irasional prof, maaf kalau saya bagian dari orang yang tidak terdidik dalam demokrasi dan Indonesia ini.

@MPabottingi: Simak baik-baik cuitan saya berikut beberapa jawaban saya ke beberapa penanya atau penyanggah. Jika semua itu belum membuatmu melihat ketak-warasan dan irasionalitas yang saya maksud, maka kau tak pantas berdebat di sini.

Sementara itu, diberitakan dari Kompas.com, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu Demokrasi (Perludem), Titi Anggarini mengatakan aktivitas gerakan 2019 Ganti Presiden dan Dukung Presiden 2 Periode pada dasarnya sudah merupakan kegiatan kampanye.

"Hanya saja aktivitas itu belum mampu dijangkau oleh aturan perundang-undangan kita, mengingat sampai saat ini belum ditetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar Titi kepada, Minggu (26/8/2018).

Munculnya gerakan deklarasi #2019GantiPresiden dinilai akibat tidak ada aturan yang jelas tentang pemilu.

Akibatnya, celah kekosongan aturan tersebut dimanfaatkan sebagai kampanye terselubung oleh kepentingan politik tertentu.

Menurut Titi, tidak adanya aturan akhirnya membuat publik tidak bisa meminta pertanggungjawaban kegiatan tersebut, berkaitan dengan aliran dana dan perputaran uang yang terjadi akibat kegiatan tersebut.

Padahal, arahnya sangat jelas untuk kepentingan Pemilihan Presiden 2019 mendatang.

Titi mengatakan, hal ini adalah bukti dari lemahnya dari regulasi pemilu saat ini.

Akuntabilitas aktivitas dan pendanaannya belum merupakan prioritas dan menjadi komitmen dari para peserta pemilu.

Akibatnya, banyak aktivitas yang dilakukan untuk mengakali aturan main yang ada.

Seharusnya, menurut Titi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat pengaturan yang lebih operatif, sehingga bisa mencegah terjadinya aktivitas yang bisa memicu benturan dan perpecahan di masyarakat.

Apalagi, kegiatan-kegiatan itu terjadi di luar aktvitas resmi kampanye yang semestinya baru bisa berlangsung pada 23 Maret 2018 mendatang.

"Kenapa ada benturan dan intimidasi antar kelompok? Ini disebabkan karena aktivitas yang merupakan kegiatan politik demi kepentingan elektoral tersebut terbiarkan tanpa aturan main yang jelas dan berada di luar jangkauan penyelenggara pemilu," kata Titi.

Sebelumnya, gerakan #2019GantiPresiden kembali mendapat penolakan.

Gerakan itu juga sempat dilarang oleh kepolisian.

Di Surabaya, Jawa Timur, ratusan orang yang menolak acara Deklarasi Ganti Presiden 2019 sampai turun ke jalan pada Minggu pagi.

Mereka mengepung Hotel Majapahit Surabaya di Jalan Tunjungan tempat Ahmad Dhani menginap.

Massa sengaja menggelar aksi di depan hotel tersebut untuk menghadang agar Ahmad Dhani tidak bisa keluar dan bergabung dengan massa aksi deklarasi.

Beberapa waktu lalu, gerakan serupa yang dipimpin oleh aktivis Neno Warisman di Bandara Hang Nadim, Batam, juga mendapat penolakan dari masyarakat.

Akhirnya, acara deklarasi tersebut dibatalkan. [tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita