Pemerintah Impor Beras, Hasil Panen Tak Terserap

Pemerintah Impor Beras, Hasil Panen Tak Terserap

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Petani mengklaim musim kemarau tidak mempengaruhi produksi beras. Namun sayang, hasil panen petani tidak terserap pasar. Hal itu terjadi antara lain lantaran kebijakan penambahan impor beras.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno To­hir membantah produksi beras mengalami penurunan karena memasuki musim kemarau. Menurutnya, saat ini di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, sedang panen raya. 

"Kita sedang panen raya. Sudah terjadi sejak pertengahan Agustus, dan akan berjalan sampai pertengahan Oktober. Kalau ada yang bilang pasokan menurun, patut dipertanyakan tuh," ungkap Winarno kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Winarno menuturkan, jika benar sempat terjadi penurunan pasokan bukan berarti produksi turun. Seharusnya dilihat dulu dong apa sebabnya. 

Dia menjelaskan, banyak petani enggan menjual, menahan hasil panen karena harga gabah ditetapkan pemerintah terlalu murah. Harga Pembelian Pe­merintah (HPP) sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2015 untuk Gabah Kering Panen (GKP) Rp 3.700 per kilo gram (kg) dan beras Rp 7.300 per kg. 

"Petani menjual di atas harga itu. Karena modal produksinya sudah Rp 4.200 per kg. Karena kalau kita jual sesuai harga pe­merintah, kita rugi," terangnya. 

Kondisi itu, lanjut Winarno, disimpulkan sedang terjadi ke­naikan harga gabah dan beras. Juga ditafsirkan tengah terjadi kekurangan pasokan karena gagal panen saat musim kering. Karena kesimpulan itu, akhirnya, pemerintah melakukan impor. 

Seharusnya, menurut Winarno, pemerintah melakukan koordinasi dengan petani, penggilingan hingga Bulog, sebelum mengam­bil keputusan. Dengan begitu, pemerintah bisa tahu sumber masalah kenapa pasokan beras ke Bulog juga tidak maksimal. "Pemerintah telah melakukan analisa yang salah yang akhirnya mengeluarkan kebijakan merugi­kan petani," cetusnya. 

Dia mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak mau merevisi HPP gabah dan beras. Padahal, setiap tahun ada inflasi dan kenaikan harga produksi. 

Sementara itu, pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) terpantau masih aman terkendali. Dari website resmi Food Station Tjipinang, data pemasukan beras per 29 Agustus ada sebanyak 3.944 ton per hari dan pengeluaran sebesar 3,063 ton per hari. Angka ini masih di atas batas minimal, yakni 3.000 ton per hari. Adapun, stok akhir di PIBC per 29 Agustus berada di level 44.818 ton. Sehingga angka tersebut masih tergolong aman. Sementara untuk harga beras medium mengalami ke­naikan dari Rp 8.200 di awal Juli menjadi Rp 8.900 di akhir Agustus.

Kementan Optimistis 

Kementerian Pertanian (Ke­mentan) optimistis produksi padi pada semester dua tahun ini tetap maksimal kendati ada kekhawatiran kemarau akan berdampak pada tanaman ko­moditas pangan tersebut. 

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Sumarjo Gatot Irianto mengungkapkan, lahan yang terdampak kekeringan cukup kecil jika dibandingkan dengan luas tanam padi. "Jika dibandingkan dengan luas tanam tahun 2018 periode Januari-Agustus seluas 10.079.475 hektare (ha), dampaknya masih kecil yaitu 1,34 persen atau 135.226 ha. Itu sudah termasuk yang terkena puso atau gagal panen yang hanya 0,26 ers­en atau 26.438 hektare dari total luas tanam," ujar Sumarjo seperti dikutip mediaonline, kemarin. 

Angka Ramalan (ARAM) produktivitas padi dari realisasi tanam sepanjang Januari hingga Agustus 2018 seluas 10.079.475 ha adalah 51,92 kuintal per ha. Dengan begitu, perkiraan produksi padi adalah sebanyak 49.471.434,37 ton. 

Dari angka di atas lanjut Su­marjo, bisa disimpulkan jika 49.471.434,37 ton (ARAM produksi Januari-Agustus 2018) dikurangi potensi kehilangan ha­sil gabah Januari-Agustus 2018 sebesar 314.932,43 ton, maka masih ada produksi sebesar 49.156.501.94 ton. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita