"Panggilan Sejarah" Mahfud MD dan Hilangnya Political Ethics

"Panggilan Sejarah" Mahfud MD dan Hilangnya Political Ethics

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ada satu momen penting yang menarik untuk dikupas dalam drama penentuan pasangan capres cawapres kemarin. Kita semua tahu, akhirnya kubu Joko Widodo memilih KH Ma'ruf Amin sebagai pendamping, dan kubu Prabowo Subianto memilih Sandiaga Shalahuddin Uno sebagai tandem. 

Dua kali kisah kegagalan Prof Mahfud MD menjadi cawapres Jokowi (Pilpres 2014 & 2019), membuka kesadaran kita bahwa political ethics (etika politik) telah hilang di negeri ini. Kasus Mahfud MD adalah puncak gunung es dari fenomena hancurnya etika dan moral para politisi Indonesia saat ini. 

Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, atau cabang filsafat yang membahasa prinsip-prinsip moralitas politik. Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur-struktur politik tradisional mulai ambruk.

Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Ethes” atau "Ethos" yang berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau dapat diartikan kumpulan peraturan tentang kesusilaan. Dengan kata lain, etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam berpolitik. 

Etika politik juga dapat diartikan sebagai tata susila (kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik. Dalam praktiknya, etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika politik berusaha membantu masyarakat untuk mengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata.

Karena ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka etika politik yang dibangun harus bersumber dari nilai-nilai ajaran Pancasila. Prinsip-prinsip dasar seperti tepo seliro, tenggang rasa, gotong royong, musyawarah mufakat, keadilan, hingga persatuan dan kesatuan dalam bingkai ketuhanan tidak boleh dipisahkan dari etika politik Indonesia. 

Dalam kasus Mahfud MD, kita melihat betapa rendahnya etika politik dicampakkan oleh para politisi kubu Jokowi yang notabene sebagai pemerintah definitif. Mungkin Prof Mahfud MD bisa berkata tidak kecewa, menunjukkan sikap tegar sambil tetap tersenyum. Namun publik tidak hanya membaca yang terucap, apa yang tersirat dan ekspresi wajah jauh lebih jujur dan nyata. 

Betapa sebetulnya Prof Mahfud MD sangat kecewa dan sakit hati. Ini untuk kedua kalinya dia di-PHP oleh Jokowi. Yang kedua ini lebih sadis, ibarat menggarami luka yang masih menganga. Mahfud MD sudah terlanjur yakin kali ini pasti terpilih, dengan percaya diri dia menyebut sebagai "panggilan sejarah", proses yang smooth, segala persyaratan administratif hingga jahit kemeja putih dipersiapkan, hingga stand by di sekitar Restoran Pelataran Menteng. 

Ada tiga nilai yang dilanggar hingga membuat saya berani menyimpulkan bahwa politisi kubu Jokowi tidak memiliki etika politik Pancasila. 

1. Tepo Seliro dan Tenggang Rasa

Mereka tidak menganggap dan mempertimbangkan perasaan orang lain, yaitu Prof Mahfud MD, keluarga dan pendukungnya. Begitu saja dibiarkan menunggu tanpa kepastian hingga akhirnya pulang ke kantor di sekitar Senen. Tidak ada konfirmasi dan tidak ada penjelasan yang bisa diterima nalar. Dalam situasi ini, permintaan maaf tidak lagi penting dan berarti. 

2. Jujur dan Tepat Janji

Akhirnya terungkap, dibalik kegagalan Mahfud MD mendampingi Jokowi, ada kasak kusuk dan gerakan untuk menjegalnya melenggang ke istana. Awalnya Cak Imin (PKB) dan Gus Rommy (PPP) berkoordinasi. Lalu mereka mengontak Airlangga (Golkar), untuk menolak Mahfud MD. Yang menjadi kunci perlu digarap adalah Megawati. Maka, melalui Puan Maharani, pendekatan dilakukan. Puan yang ternyata tidak pro Mahfud setuju bahwa Mahfud adalah ancaman baginya dan PDIP di Pilpres 2024. Tugas mempengaruhi Megawati menjadi mudah lewat Puan. 

Para politisi kubu Jokowi sudah tidak jujur dan tidak menepati janji untuk menyerahkan pilihan cawapres pada keputusan Jokowi. 

3. Politik Dagang Sapi dan Ambisi

Ada ungkapan, "makin lama keputusan politik diambil makin kuat dugaan kesepakatan belum deal", "setiap penundaan dalam keputusan politik berarti sedang terjadi persekongkolan jahat untuk mengelabuhi rakyat".

Mari baca yang tersirat bukan yang tersurat. Coba pahami yang terlipat bukan yang terlihat. Dalam dunia politik, apa yang kita dengar dan lihat seringkali bukan yang sebenarnya. Mengapa keputusan menentukan pilihan cawapres baru pada menit-menit terakhir ? Mengapa tiba-tiba nama KH Ma'ruf Amin muncul menggantikan Prof Mahfud MD juga pada detik-detik terkhir ? 

Memang benar adalah, selama hampir 4 tahun pemerintahan JOKOWI-JK, etika politik menjadi barang langka dan mahal. Coba hitung dan evaluasi secara obyektif, berapa janji JOKOWI-JK yang dipenuhi dan berapa yang diingkari ? Coba putar kembali dan cermati baik-baik komentar Presiden Jokowi dan para menterinya menyikapi berbagai kejadian di dalam maupun luar negeri. 

Silakan kumpulkan dan putar ulang bagaimana Presiden berpidato, mengeluarkan statemen, memberi bantuan, hingga menjawab pertanyaan wartawan. Kita akan dapati sebuah  perilaku politik yang kurang etis dan kurang bermoral, jauh dari kata berkelas dan berkualitas. 

Kita akan malu jika membandingkan dengan etika politik yang ditunjukkan para pemimpin dunia seperti Presiden Barack Obama, Recep Tayip Erdogan, Vladimir Putin, termasuk Sang Proklamator Presiden Soekarno dan para politisi pendiri bangsa Indonesia. 

Pilpres 2019 adalah momentum untuk memilih pemimpin yang berkelas dan berkualitas, yang tegas dan berwibawa, yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan dalam mengambil keputusan, yang mencintai dan melindungi rakyatnya dengan tulus ikhlas. 

Pemimpin yang mampu membawa ini menjadi bangsa yang terhormat dan berdaulat, dihormati dan disegani, negara yang adil dan makmur sebagimana cita-cita seluruh rakyat Indonesia, mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

DIRGAHAYU 73 TAHUN INDONESIA MERDEKA [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita