GELORA.CO - Dua pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah mendaftarkan diri ke KPU, Jumat (10/8). Sekarang pertanyaannya, pasangan yang mana yang patut dipilih untuk kemajuan Indonesia ke depan.
Pengamat dan aktivis HAM, Natalius Pigai lantas merelasikan pertanyaan tersebut dengan ilmu polemologi yang merupakan studi tentang ilmu perang dan damai.
Menurut ilmu tersebut, pemimpin mengambil keputusan perang adalah pemimpin yang memang haus akan kekuasaan.
"Pemimpin yang berkeinginan untuk perang itu biasanya memang punya tujuan untuk merebut kekuasaan atau melanggengkan kekuasaan," ujar Pigai dalam diskusi genta revolusi rakyat bertema 'Demokrasi Berantem versus Demokrasi Beradab' di Rumah Kedaulatan Rakyat, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (10/8).
Selain haus akan kekuasaan, menurutnya pemimpin yang secara terang-terangan mendeklarasikan perang di hadapan rakyatnya jelas membuktikan bahwa dirinya adalah pribadi yang ambisius.
"Pemimpin yang mendeklarasikan perang adalah orang yang sangat ambisius," tambahnya.
Perang dalam ilmu polemologi sendiri tidak hanya berwujud perang fisik melainkan perang non fisik.
"Yaitu yang paling bertentangan dengan hukum itu terkait dengan agitasi, propaganda (kekerasan verbal) atau hatespeech," pungkas Pigai.
Pidato Presiden Joko Widodo dalam rapat umum relawan di SICC, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (4/8) menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, Jokowi yang menjadi petahana pada Pilpres 2019 meminta para relawannya untuk berani jika diajak berantem alias berkelahi.
Jokowi menegaskan, agar pernyataan dalam pidatonya itu tidak dikutip sepotong-sepotong. Dia meminta agar pernyataannya dipahami secara keseluruhan sehingga tidak menimbulkan tafsir yang berbeda.[rmol]