GELORA.CO - Banyak pihak menyebut bahwa peraturan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang disebut Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) No 2, 3, dan 5 bisa merugikan masyarakat.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief mengatakan bahwa ketiga jaminan layanan katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik merupakan layanan yang memiliki pengeluaran biaya yang cukup besar.
"Operasi katarak mencapai 2,6 triliun. Bayi sehat yang ditagihkan secara terpisah dari ibunya sekitar 1,1 triliun. Rehabilitasi medik 960 miliar. Angka itu melebihi kasus katastropik, seperti jantung, gagal ginjal," ujarnya saat ditemui di kawasan Jl. Otista Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (2/8/2018).
"Operasi katarak mencapai 2,6 triliun. Bayi sehat yang ditagihkan secara terpisah dari ibunya sekitar 1,1 triliun. Rehabilitasi medik 960 miliar. Angka itu melebihi kasus katastropik, seperti jantung, gagal ginjal,
Budi Mohamad Arief, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan
Maka dari itu, BPJS Kesehatan menjamin ketiga layanan tersebut dengan batasan-batasan. Selain itu, anggota yang menunggak pun menyebabkan defisit yang dijadikan alasan BPJS Kesehatan tetap menerapkan peraturan tersebut.
"Yang tidak aktif hampir 13 juta, artinya mereka tidak mengiur," ungkap Budi.
"Kalau misal saya ambil contoh PBI yang menerima iuran, preminya itu 23 ribu (rupiah), harusnya 36ribu (rupiah). Sebenarnya kita kekurangan 13 ribu rupiah, pesertanya 96 juta. Hitunglah itu berapa triliun. Akibatnya saat ini program JKN perlu mendapatkan perhatian karena terjadi defisit penjaminan sosial," lanjutnya.
Meskipun tidak menyebut secara detail berapa defisitnya, namun itu dijadikan alasan BPJS Kesehatan tetap menerapkan Perdirjampelkes. Disebut-sebut bisa efisiensi hingga mencapai 360 miliar.[dtk]