GELORA.CO - Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono dilantik menjadi wakil kapolri menggantikan Komjen (Purn) Syafruddin pada Jumat (17/8).
Posisinya sebagai orang nomor satu di Bareskrim akan diisi oleh Asisten Sumber Daya Manusia (ASDM) Polri Irjen Arief Sulistyanto. Selanjutnya posisi Irjen Arief digantikan Kabiro Pembinaan Karier Staf SDM Brigjen Eko Indra Heri.
Indonesia Police Watch (IPW) menyesalkan pergantian posisi karobinkar menjadi ASDM Polri yang dinilai lompat pagar. Berdasarkan Peraturan Kapolri 9/2016, ada eselon atau tingkatan dalam jabatan di lingkungan organisasi yang disusun sesuai peran bidang tugas masing-masing.
"Pengangkatan Brigjen Eko Indra Heri menjadi calon ASDM Polri yang masih menduduki eselon II A sebagai karobinkar tidak sesuai dengan perkap tersebut," kata Presidium IPW Neta S Pane kepada wartawan, Sabtu (18/8).
Menurutnya, pengangkatan posisi ASDM yang baru sangat ironis karena menabrak tatanan dan ketentuan yang ada.
"Seharusnya menteri PAN-RB dan Komisi III serta Kompolnas menegur Polri," ujar Neta.
Dia menjelaskan, pola pergantian seperti itu hanya akan merusak sistem yang sudah dibangun Polri. Ironisnya lagi, bila terus dibiarkan akan membuat anggota Polri frusrasi karena tidak ada sistem yang jelas.
"Setelah gagal mengangkat kapolda metro jaya sebagai wakapolri, rupanya elite polri melakukannya di ASDM, ini sangat disesalkan. ASDM yang lama Irjen Arief yang selama ini dikenal tegas, konsisten dan strength kok malah membiarkannya. Ini yang aneh," papar Neta.
Lebih jauh, tambah Neta, bentuk pelanggaran seperti itu bukan hal baru. Sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo, pelanggaran tatanan di Polri banyak terjadi. Misalnya, mantan ajudan Presiden Jokowi langsung ditunjuk sebagai kapolda Banten padahal harus masuk Mabes Polri terlebih dulu. Setelah beberapa bulan baru naik pangkat brigjen dan menjadi kapolda. Begitu juga dengan kapolresta Solo yang mengamankan pernikahan puteri Jokowi, setelah pindidikan langsung jadi wakapolda Jateng. Padahal banyak kombes yang sudah selesai pendidikan jadi wanjak bertahun tahun.
"Jadi pengistimewaan yang terjadi di Polri semakin merusak sistem dan membuat kader Polri frustasi dan krisis kepercayaan pada atasannya," imbuh Neta.[rmol]