GELORA.CO - Kasus pecahnya pipa Pertamina di Balikpapan yang diduga tersangkut jangkar kapal MV Ever Judger, berbendera Panama, menjadi pembelajaran penting akan pemahaman UU dan regulasi mengenai kemaritiman.
Pakar Kelautan dan Hukum Kemaritiman Dr Win Pudji Pamularso menjelaskan pemerintah bisa meminta pertangungjawaban dari pihak yang diduga.
Menurutnya dalam pelayaran ada doktrin-doktrin yang berlaku jika terjadi kecelakaan kapal. Seperti doktrin pertanggungan pidana langsung, kedua adalah doktrin pertanggungjawaban pidana pengganti. Ketiga adalah doktrin pertanggungjawab korporasi berdasarkan UU.
"UU kita sudah jelas. Nahkoda pasti tahu karena ketika lego jangkar pasti ada pandu. Lego jangkarnya dimana, nah ini kan melakukan kesalahan, dengan menurunkan jangkar sampai 1 segel," jelas Win dalam acara diskusi bertajuk "PenyelesaianTerhadap Pelanggaran-Pelanggaran Hukum Kemaritiman di Indonesia" di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (2/8).
Win menambahkan secara internasional ketentuan dalam bernavigasi harus mengikuti IMO Convention yaitu The International Regulations for Preventing Collision at Sea 1972.
Nakhoda juga harus memiliki kecakapan sesuai ISM-Code atau The International Safety Management Code yang merupakan standar Internasional keselamatan operasional kapal dan pencegahan pencemaran laut.
Menurutnya ketidakcakapan nakhoda sebagai pemimpin kapal sekaligus mewakili korporasinya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang semestinya dapat dihindari.
Dalam asumsinya nakoda kapal the Large Tanker kapal tidak sepenuhnya mengikuti petunjuk Pandu soal lego jangkar menjelang kapal berlabuh.
Harusnya jangkar diturunkan sampai dengan 1 meter di atas permukaan laut. Namun jangkar diturukan satu segel di dalam air. Satu segel sama dengan 27,5 meter. Sementara kedalaman pipa 23 meter.
"Ya sudah pasti nyangkut, sekuat apapun pipa, kalau terseret massa kapal yang berbobot hingga 80 ribu ton pasti rusak, jangkarnya sendiri beratnya hingga 12 ton,"jelas Pakar Hukum dari Universitas Dwipayana.
Lebih lanjut Win menilai kesalahan tidak dibebankan kepada Pertamina.
Pipa pertamina sendiri pasti sudah didesain ketika dipasang mulai dari kekuatannya, lifetime dan menahan arus air laut ketika pasang dan surut.
Pertamina untuk menangani aset aset bawah air, secara periodik juga melakukan pemeriksaan dan memiliki fungsi teknik bawah air yang harus siap bekerja ketika dibutuhkan.
Menurutnya kecelakaan berupa jangkar kapal MV Ever menyeret pipa minyak bawah laut milik Pertamina termasuk kategori tubrukan karena rantai dan jangkar merupakan bagian yg tidak terpisahkan dari kapal.
"Jika sudah ditemukan bukti kuat, pemilik kapal harus bertanggungjawab, karena kapal tersebut diasuransikan, maka pihak asuransi yang akan membayar semua kerugian. Bukan Pertamina yang harus menanggung akibat dari pecahnya pipa, karena dalam posisi tersebut Pertamina yang jadi korban," ujarnya. [rmol]