GELORA.CO - Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir pada Selasa (7/8), kembali menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk kasus suap dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-I. Namun, berbeda dengan sebelumnya, Sofyan kini irit bicara saat ditanya wartawan seusai pemeriksaan.
"Tanya penyidik ya, saya diperiksa sebagai saksi untul Kotjo (pemilik saham Blackgold Natural Recourses Limited, Johanes B Kotjo), materi terkait apa tanya penyidik," kata Sofyan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (7/8).
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah mengungkapkan, penyidik mendalami ihwal pertemuan serta aliran dana terkait proyek tersebut. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni Johannes B Kotjo dan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih.
"Ini pemeriksaan kedua (terhadap Sofyan). Kami merasa masih memerlukan keterangan saksi terkait mekanisme kerja sama dan pengetahuan saksi tentang pertemuan dengan pihak lain dan adanya aliran dana," kata Febri.
Selain itu, sambung Febri, penyidik juga mengklarifikasi dokumen yang disita sebelumnya. Ihwal apakah ada aliran dana yang juga mengalir ke Sofyan, Febri belum mau berkomentar. Febri menegaskan, pada saat ini penyidik KPK masih fokus pada dugaan pemberian suap untuk memuluskan perjanjian kerja sama.
"Informasi belum bisa dikonfirmasi karena itu teknis penyidikan dan substansi perkara. Saat saksi dipanggil mendalami pengetahuan yang bersangkuyan terkait PLTU Riau-1," terang Febri.
Pada Jumat (20/7) lalau, Sofyan Basir menjalani pemeriksaan pertamanya di KPK. Seusai enam jam diperiksa penyidik, kepada wartawan, Sofyan memberikan beberapa pernyataan khususnya terkait keterlibatan Blackgold dalam proyek PLTU Riau-1.
Menurut Sofyan, yang dilakukan PLN terhadap Blackgold bukanlah penunjukan langsung. Tetapi, penugasan yang merupakan bagian dari aturan yang ada.
"Memang itu ketentuannya. Penugasan (meralat pertanyaan penunjukan) Begini, ada kebijakan yang dikeluarkan oleh PT (PLN) kepada PJB," kata Sofyan.
Kepada penyidik KPK, Sofyan mengaku menjelaskan tugas, fungsi, dan kewajibannya sebagai Direktur Utama PLN. "Ditanya mengenai tugas saya, kewajiban saya, fungsi saya sesuai dengan fungsi Dirut. Ya saya jelaskan yang masalah-masalah kebijakan dan lain sebagainya. Cukup detail, bagus sekali," kata Sofyan.
Namun, Sofyan membantah adanya pertemuan yang digelar di rumahnya antara dua tersangka dalam kasus ini, yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemilik Blackgold Natural Resources Limited, Johannes B Kotjo. Dia meminta hal ini ditanyakan ke penyidik KPK.
Proyek pembangkit listrik mulut tambang di Riau merupakan bagian dari program 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. PLTU Riau-I itu ditargetkan bisa beroperasi pada 2020/2021.
PT PJB, anak perusahaan PLN, kemudian menggandeng Blackgold Natural Recourses Limited, anak usaha Blackgold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, dan PT PLN Batu Bara untuk menggarap pembangunan PLTU Riau-I. Pernyataan Sofyan pernah dibantah oleh Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Iwan Agung Firstantara. Menurut Iwan, tak ada penunjukan langsung dalam proyek pembangunan PLTU Riau-I itu.
Dalam kasus ini, Eni disangka sebagai penerima suap sementara Johanes Kotjo sebagai pemberi suap dengan nilai total Rp 4,8 miliar. Johanes Kotjo merupakan pihak swasta pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Penyidik KPK pada Ahad (15/7) telah menggeledah rumah Sofyan Basir di Jakarta Pusat. Sehari setelahnya, giliran kantor pusat PLN di Jakarta, didatangi penyidik KPK untuk melakukan penggeledahan. [rmol]