GELORA.CO - Gerakan #2019GantiPresiden dituduh melanggar hukum dan mengarah ke tindakan makar. Bahkan, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dikatakan bakal memberikan penghargaan kepada polisi yang berhasil menggagalkan deklarasi gerakan tersebut.
Pernyataan tersebut diungkapkan Tenaga Ahli Deputi IV Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin beberapa hari lalu.
Majelis Pakar KAHMI Pusat, Anton Tabah Digdoyo menyebut, tuduhan aksi #2019GantiPresiden oleh Mochtar Ngabalin itu sangat tidak baik alias ngawur.
"Apalagi bilang Kapolri akan beri penghargaan komandan wilayah yang bisa gagalkan acara #2019GantiPresiden. Itu ngawur besar," kata Anton Tabah melalui keterangan yang diterima redaksi, Kamis (30/8).
Anton Tabah menegaskan hal itu dengan beberapa alasan. Pertama, pihak kepolisian sebagai institusi penegak hukum pasti memahami persoalan hukum.
"Apalagi, Kadivhumas Polri cq Kabid Penum 3 bulan yang lalu sudah tegas nyatakan bahwa aksi #2019GantiPresiden tidak melanggar hukum dan Polri tidak boleh melarang," ujar Pengurus ICMI itu.
Kedua, kata Anton Tabah, lembaga yang berhak menilai aksi #2019GantiPresiden bukan pelanggaran hukum, bukan makar, dan bukan kampanye adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang telah tegas, jelas dan diulang-ulang.
"Komisioner KPU, Wahyu Setiawan dan Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja tegaskan aksi #2019GantiPresiden bukan pelanggaran hukum, bukan makar, bukan kampanye di luar jadwal," ungkap Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI tersebut.
Semua pihak, sambung Anton Tabah, harus memahami Peraturan KPU (PKPU) tentang Kampanye Pemilu 2019. Di peraturan tersebut, dijelaskan visi misi capres-cawapres dan aturan lainnya.
"Aksi #2019GantiPresiden murni wujud hak kebebasan nyatakan pendapat warga negara. Tidak boleh dilarang apalagi dihalang-halangi," tegasnya.
Ketiga, harus dipahami unsur-unsur makar di dalam KUHP yang setidaknya terdapat lima unsur yakni niat, rencana pelaksanaan, pelaksanaan, menyerang keamanan dan keutuhan wilayah NKRI, dan dengan kekerasan bersenjata.
"Keempat, Mahkamah Konstitusi pernah ingatkan jangan salahgunakan UU apapun yang bungkam menyampaikan pendapat," imbuhnya.
Mencermati KUHP tersebut, lanjut Anton Tabah, maka aksi #2019gantiPresiden tidak ada unsur makar. Aksi itu justru bentuk pendewasaan warga bangsa dalam berdemokrasi yang harus disikapi dengan baik dan bijak.
"Kubu #Jokowi2Periode pun bisa buat acara yang sama sesuai UU tidak boleh di waktu dan tempat yang sama dengan yang dilakukan kubu #2019GantiPresiden. Jangan karena tak bisa buat acara yang sama terus nuduh aksi #2019GantiPresiden melanggar hukum bahkan makar," tuturnya.
Anton Tabah menambahkan, Ali Mochtar Ngabalin sekali lagi harus baca pasal-pasal tentang makar. " Jangan asal omong," pungkas Irjen Pol (Purn.) Anton Tabah Digdoyo. [rmol]