GELORA.CO - Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah menanggapi pernyataan Majelis Ulama Indonesia yang masuk ke ranah politik, dengan melarang gerakan tagar #2019GantiPresiden di Jawa Barat. Ia menilai, itu bukan tugas MUI.
"Saya enggak percaya itu secara kelembagaan berani diambil. Dan, bukan itu tugasnya Majelis Ulama. Tugas ulama itu menjaga agama pada dasarnya, ngapain masuk politik," kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Jumat 3 Agustus 2018.
Ia menegaskan, gerakan tersebut merupakan gerakan rakyat, sehingga tak bisa dilarang. Sebab, mengutarakan aspirasi dianggap legal.
"Beraspirasi menolak pimpinan itu legal, meskipun itu belum tentu persis jadi kenyataan. Tetapi, kalau orang kampanye dukung pemerintah boleh. Masa, kampanye tidak dukung pemerintah tak boleh. Jadi dibikin rileks, santai, anggap normal," kata Fahri.
Menurutnya, setiap narasi jelang Pemilu Presiden pasti akan ada pro kontra. Ketika tak setuju dengan satu pendapat, maka keluarkan pendapat lain, misalnya dengan membuat gerakan.
"Jangan berpretensi untuk larang sana, larang sini. Mengganti pimpinan dalam demorkasi itu legal. Enggak ada yang terlarang. Orde Baru dulu kita enggak boleh ngomong gitu, mati kita. Sekarang kan bebas kita, mau ganti siapa saja boleh," kata Fahri.
Fahri menilai, dialektika sebagai hal yang biasa. Seharusnya, justru men-challenge agar Joko Widodo tampil dan jangan menggunakan kelembagaan tertentu sebagai alat kekuasaan politik.
"Nanti, kalau sebelah sini dia bilang berpolitik, sebelah sana enggak berpolitik, ya itulah kacau, tahan diri saja, ini biasa kok, dialektika. Justru, men-challenge ini jagoannya, Pak Jokowi tampil dong, jangan ngerumun mulu, pakai alat kekuasaan, datang berdebat, bikin gerakan," kata Fahri. [viva]