Oleh: Asyari Usman*
Tak lama setelah menyatakan dirinya pindah ke kubu Jokowi, Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) merilis ceramah video yang mengirimkan sinyal kepada masyarakat. Sinyal itu ialah bahwa dia tidak sekadar memuji dan menghendaki Jokowi menjadi presiden lagi, melainkan dia juga siap berkampanye all-out untuk Jokowi.
TGB tidak sekadar pindah meninggalkan oposisi. Beliau juga kelihatannya akan menjalankan misi untuk memastikan agar Jokowi mulus di pilpres 2019.
Ceramah perdana TGB berisi pesan tersirat, sekali lagi: pesan tersirat, bahwa dia siap pasang badan untuk Jokowi. Isi ceramah itu mirip “fatwa grand mufti” kepada semua ulama bawahannya agar berhenti menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan perang.
“Berhentilah menggunakan ayat-ayat perang. Kita tidak sedang berperang. Kita ini bersaudara,” ujar TGB dalam satu ceramah.
Berperang fisik? Siapa bilang para ulama merasa sedang berperang? Kalau berperang melawan kezaliman, pasti iya. Dan tentu ini kewajiban para ulama.
Kalau diamati secara saksama ceramah ini, ajakan TGB itu sangat keras. Juga ada tersirat pesan bahwa, bagi TGB, para ulama yang masih menentang Jokowi telah melakukan kekeliruan.
Saya menduga, ceramah perdana pasca-pembelotan itu akan menjadi titik awal kampanye TGB untuk menangkis serangan terhadap Jokowi. Kubu Jokowi tampaknya yakin TGB bisa mematahkan tudingan-tudingan buruk terhadap Presiden.
Lantas, apa yang mendorong TGB banting stir?
Agar kita sama-sema tidak keliru mencerna pembelotan TGB, kita haruslah menempatkan beliau sebagai seorang politisi tulen yang kebetulan pernah belajar di Universitas Al-Azhar Kairo. Dudukkan TGB sebagai aktor politik. Bukan sebagai ulama.
Ini penting supaya pernyataan-pernyataan Tuan Guru setelah pembelotan beberapa hari lalu itu, tidak dipahami sebagai titah seorang ulama. Melainkan manuver seorang politisi. Beliau tidak sedang berbicara sebagai seorang ulama.
Selama ini banyak yang keliru. Umat lebih kental melihat TGB sebagai ulama ketika dia berbicara entah di mana. Padahal, beliau sedang berpolitik. Beliau seorang penguasa yang setiap hari menghadapi suasana politik. Kalau ini sudah kita pahami, ke mana pun beliau pindah kubu tidak akan jadi masalah bagi kaum muslimin.
Jadi, apa yang menodorong TGB banting stir? Pertanyaan ini belum dijawab.
Baik! Lompat kubu oleh TGB tidak beda dengan lompat kubu yang dilakukan oleh banyak politisi lain semisal Pak Ruhut Sitompul. Biasa-biasa saja. Murni kalkulasi personal. Kepentigan pribadi. Sekali lagi, dia adalah politisi tulen yang akan menghitung-hitung posisi kekuasaan apa yang mungkin digapai berikutnya selepas menjadi gubernur.
Tapi, lantaran TGB selama ini ikut juga dalam gerakan oposisi seperti aksi-aksi damai kaum muslimin, memang agak tercengang juga orang melihat lompatan Tuan Guru ke kubu Jokowi. Apalagi dibumbui dengan alasan beliau pindah, yaitu demi kemaslahatan bangsa dan umat. Plus demi akal sehat.
Kalau tak salah paham, itu artinya TGB yakin bahwa Jokowi perlu dipastikan dua periode karena bangsa dan umat memerlukannya. Sedangkan kebalikannya, pihak oposisi berpendapat bahwa dengan segala macam masalah serius yang melanda Indonesia saat ini, Pak Jokowi tidak layak melanjutkan kepresidenannya.
Kemudian, TGB berkilah bahwa beliau pindah ke Jokowi demi akal sehat. Kalau tak salah tafsir, ini artinya kaum oposisi yang terus beroposisi, tidak berakal sehat. Perlukan Anda tersinggung? Tidak perlu. Karena definisi akal sehat TGB kelihatannya berbeda dengan definisi akal sehat para pemimpin umat.
Sekarang, mengapa TGB bakal mendedikasikan dirinya untuk kemenangan Jokowi di pilpres 2019? Apakah ada deal-deal yang menarik?
Sebagai seorang politisi tulen, TGB kecil kemungkinan bermanuver untuk Jokowi tanpa menghitung untung-rugi. Kecil kemungkinan tidak ada “trade-off” (imbal-bagi).
Kira-kira apa yang bakal didapat oleh TGB? Cawapres? Kursi menteri? Duta besar, duta kecil, atau duta sedang?
Bermacam-macam dugaan orang. Bisa jadi TGB memerlukan bantuan Jokowi untuk mengatasi sesuatu yang agaknya cukup serius.
Kelihatannya, Jokowi meyakini kapasitas TGB. Gubernur NTB ini punya banyak pengagum di seluruh Indonesia, terutama di NTB. Ada ausmsi TGB bisa memboyong pengagumnya. Kalau ini benar, mungkin saja konsesi untuk TGB bakalan besar.
Cuma, menurut hemat saya, belum ada jaminan TGB bisa membawa pengikutnya pindah. Tidak semudah yang diinginkan. [swa]
*Penulis adalah wartawan senior
*Penulis adalah wartawan senior