GELORA.CO - Sukardi Ratmo Diharjo, jemaah haji asal Indonesia, meninggal dunia saat sujud salat Asar di Masjid Nabawi, Rabu lalu (18/7). Suami Sugiarti itu merupakan calon jemaah haji Indonesia pertama yang meninggal di Tanah Suci.
FIRZAN SYAHRONI, Madinah - ACHMAD NASRUDIN YAHYA, Jakarta
”PAK, ayo ke masjid, sudah azan,” ajak Bambang Iswoto kepada Sukardi, 59, temannya sesama calon jamaah haji (CJH) kloter 1 embarkasi Jakarta Rabu sore lalu. Rasa letih setelah perjalanan udara sembilan jam dari tanah air sebenarnya belum hilang benar di tubuh para CJH saat itu.
Namun, suara azan yang berkumandang sore itu seperti memompa semangat Bambang dan Sukardi untuk menuju Masjid Nabawi yang tak jauh dari hotel tempat mereka menginap.
Dua sahabat itu lantas turun dari lantai 3 Hotel Elaf Nakheel, tempat mereka menginap di Madinah. Mereka lalu berjalan kaki menuju Masjid Nabawi untuk salat Asar. Jarak hotel dengan masjid hanya sekitar 400 meter.
Tidak banyak yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan. Sukardi dan Bambang hanya ingin segera beribadah di masjid yang bertahun-tahun sudah mereka impikan itu.
Suasana di dalam masjid sudah penuh dengan CJH dari berbagai negara. Bambang dan Sukardi berada di saf depan. Mereka salat berdampingan. Sukardi di kiri Bambang. Di kanan Bambang, ada anak kecil. ”Di samping kanan saya anak kecil. Entah siapa,” kata Bambang kepada Jawa Pos, Kamis (19/7).
Rakaat pertama dan kedua berjalan lancar. Tapi, setelah sujud kedua pada rakaat ketiga, Bambang melihat Sukardi tak kunjung bangun. ”Jamaah lain sudah berdiri, dia masih saja sujud,” ucapnya.
Tak lama kemudian Bambang mendengar suara seperti orang mendengkur. Semula, dia mengira suara itu berasal dari anak kecil di sebelahnya. Bambang baru tersadar setelah melihat Sukardi tiba-tiba lunglai dan rebah telentang.
Beberapa jamaah lantas memutuskan mengakhiri salat untuk menolong Sukardi. ”Ternyata, beliau sudah wafat,” terang Bambang.
Kebetulan, di sekitar saf almarhum ada petugas haji bidang kesehatan dari Indonesia. Petugas itulah yang memastikan bahwa saat itu Sukardi sudah meninggal dunia. Setelah petugas tersebut berkoordinasi dengan petugas kesehatan di Masjid Nabawi, jenazah Sukardi langsung dibawa ke Rumah Sakit Al Ansor, Madinah.
Kabar kematian Sukardi semula dirahasiakan dari istrinya. ”Kami tidak langsung memberi tahu istri beliau yang saat itu juga sedang salat di Masjid Nabawi, biar tidak shock,” terang Ketua Kloter 1 Jakarta Hanif Fakhri.
Hanif kemudian meminta jamaah lain untuk mencari Sugiarti di Masjid Nabawi. Setelah ketemu, barulah Sugiarti diajak ke rumah sakit dan diberi tahu bahwa suaminya telah meninggal dunia. Sontak, tangis Sugiarti meledak.
Kabar duka itu langsung menyebar ke hotel. Di balik kesedihan, muncul pula rasa ”bahagia”. Sebab, meninggal di Masjid Nabawi, apalagi saat sedang salat, menjadi impian umat muslim.
Sugiarti tetap terlihat tegar. Meski saat diwawancarai Jawa Pos kemarin perempuan dari Blitar yang tinggal di Cakung, Jakarta Timur, itu berkali-kali mengusap air mata. ”Bapak itu orangnya keras, tapi baik sekali. Ibadahnya kuat,” katanya.
Sehari-hari Sukardi selalu mengingatkan istri dan anak-anaknya untuk salat tepat waktu. Saat baru tiba di Madinah Selasa lalu (17/7), Sukardi-lah yang langsung mengingatkan istrinya agar tidak lupa melaksanakan salat Arbain di Masjid Nabawi.
”Terakhir bersama bapak ya di lift, waktu berangkat salat Asar di Nabawi itu. Bapak orangnya memang begitu,” kata Sugiarti, lantas terdiam. Dia tak sanggup meneruskan kalimatnya. Setelah menghela napas panjang, barulah Sugiarti melanjutkan cerita.
Sukardi adalah pensiunan pegawai swasta di Jakarta. Pria dari Klaten itu menikahi Sugiarti pada 1984. Pernikahan mereka dikaruniai dua anak. Pada 2011 atau empat tahun sebelum pensiun, Sukardi mendaftar haji bersama istrinya. ”Sejak dulu, cita-cita kami memang pergi haji berdua,” katanya.
Di masa penantian itu, Sukardi sakit jantung. ”Sebenarnya, oleh dokter mau dipasangi ring, tapi alatnya nggak bisa masuk. Akhirnya, dikasih obat saja,” bebernya.
Sukardi dan Sugiarti akhirnya sama-sama pasrah. Mereka berharap mendapat jalan terbaik saat datang ke Tanah Suci. ”Mungkin inilah jalan terbaik itu. Suami meninggal saat salat di Masjid Nabawi,” katanya.
Sugiarti kini tetap melanjutkan ritual hajinya. Namun, dia harus menjalaninya seorang diri. ”Mau gimana lagi. Saya harus terus melanjutkan hidup bersama anak-anak,” katanya, lirih.
Sementara itu, berdasar data Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), Sukardi adalah jamaah pertama yang meninggal di Tanah Suci. Direktur Instalasi Gawat Darurat KKHI Madinah dr Muhammad Yanuar mengatakan baru menerima certificate of death (COD) dari RS Arab Saudi pada 18 Juli 2018 pukul 23.00.
”Kami tidak tahu penyebab kematiannya karena tidak melakukan otopsi. Tapi, berdasar COD, tertulis cardiac arrest atau henti jantung,” jelasnya.
COD itu lantas ditindaklanjuti dengan memeriksa buku kesehatan Sukardi. Tercatat, Sukardi ternyata mengidap hipertensi (tekanan darah tinggi). Dia juga masuk kategori haji yang istitha'ah (mampu) tapi dengan pendampingan. ”Kan dia berhaji didampingi istri,” katanya.
Sementara itu, putri sulung almarhum, Desi Ika Setiawati, menjelaskan bahwa tekad ayahnya untuk berhaji sangat kuat. Karena itu, sejak masih bekerja di PT Bridgestone Indonesia, Sukardi rajin menabung, menyisihkan sebagian gaji. Bahkan, setelah pensiun pada 2011, kegiatan menabung tetap Sukardi lakukan. Meski uang pensiunnya tidak seberapa.
Pada musim haji tahun ini akhirnya Sukardi bersama istri, Sugiarti, terjadwal berangkat haji. Namun, Sukardi sempat down dan frustrasi. Sebab, berdasar hasil pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Omni Pulomas, Jakarta Timur, Sukardi mengalami pembengkakan jantung.
”Bapak sampai murung berhari-hari,” ujar Desi saat ditemui di rumah duka, Jalan Kavling Sawah Indah, Kelurahan Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur, kemarin.
Istri dan anak-anaknya tak tega melihat kondisi psikis Sukardi. Desi bersama adiknya, Okky Setyadi, lalu berinisiatif memeriksakan lagi kesehatan ayahanda mereka di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, Jakarta. ”Alhamdulillah, hasil pemeriksaan di rumah sakit itu memperbolehkan bapak berangkat (haji, Red). Bahkan, ada surat resminya,” katanya.
Namun, suratan takdir berkata lain. Meski bisa berangkat haji, Sukardi dipanggil Allah SWT sehari setelah menginjakkan kaki di Tanah Suci. Keluarga di tanah air pun mengikhlaskan kepergian Sukardi untuk selama-lamanya. Keluarga juga bertekad suatu saat bisa mengunjungi makam almarhum di Madinah.
”Insya Allah, kalau ada rezeki, kami mau ke makam bapak di sana,” kata Desi.[jpnn]