GELORA.CO - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj bicara soal kemiskinan dan persatuan bangsa. Said Aqil menyebut, meski pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi hingga 14 kali, namun nasib masyarakat miskin tetap tidak berubah.
Said Aqil mengatakan, beberapa prinsip di NU sudah sangat jelas garisnya. Dari segi akidah yakni ahlulsunnah wal jamaah dan moderat. Dari segi ideologi NU mendukung prinsip 4 Pilar Kebangsaan. Sementara itu, dari segi jemaah, NU jelas memegang prinsip satu satu nusa dan satu bangsa. Namun, ada prinsip yang menurut NU belum jelas garisnya, yakni 'ghaniyah' atau pembagian.
"Yang belum jelas Pak Presiden, ghaniyah, bagi-baginya belum rata. Pernah saya sampaikan kepada Pak Presiden, Paket Kebijakan Ekonomi 14 kali, tapi belum menyentuh warga NU yang paling bawah. Tetangga saya, nggak ada yang berubah, gitu-gitu aja. Padahal sudah 14 kali Paket Kebijakan Ekonomoi. Yang berubah mungkin Jakarta," kata Said Aqil.
Hal itu disampaikan Said Aqil saat mengisi tausiyah dalam pembukaan Munas IV Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Hotel JS Luwansa, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (20/7/2018). Acara ini dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Said Aqil kemudian membacakan salah satu ayat di dalam Alquran yang bermakna, percuma berorganisasi, bergabung dengan ormas atau bernegara baik di pemerintahan maupun DPR jika tidak membahas tiga hal, yakni pengentasan kemiskinan, kemakmuran rakyat dan mempersatukan masyarakat.
"Pertama, kemiskinan. Alhamdulillah, kemiskinan turun satu digit. Tapi yang harus kita dorong adalah keadilan distribusi, penguasaan tanah. Ada konglomerat yang punya tanah 5,2 juta hektare. Akses utang bank atas permodalan ke bank itu juga bagi rakyat kecil, juga keahlian, dalam hal ini pendidikan," katanya.
Dia juga sempat menyinggung soal banyaknya jumlah masyarakat NU. Said Aqil berseloroh, saking banyaknya masyarakat NU, tersebar di semua kelompok masyarakat. "Pilkada yang menang di Jatim itu NU semua itu. Copet di Surabaya juga NU," katanya disambut tawa hadirin.
Kedua, soal kemakmuran rakyat, yang berkaitan dengan dengan kesehatan dan lowongan pekerjaan. Said melihat, angka kematian ibu dan anak masih sangat tinggi. Selain itu, pemerintah juga harus bisa menyerap tenaga kerja agar status masyarakat bawah juga bisa terangkat.
"Kita lihat kematian ibu dalam melahirkan, kematian anak, gizi buruk, stunting, ya pasti orang NU, bukan orang Kristen, karena orang Kristen minoritas. Maka itu, Allah menegaskan, sama sekali tidak ada nilai baiknya kamu bernegara, kamu berparpol, berormas, percuma itu RDP kecuali kalau yang dibahas megentaskan kemiskinan," jelasnya.
Said Aqil juga menyinggung soal kebijakan pasar bebas. Menurutnya kebijakan ini tidak berdampak baik terhadap masyarakat kecil, terutama pengusaha-pengusaha kecil.
"Kemudian, amar maruf, mempekerjakan masyarakat agar masyarakat kita betul-betul terangkat. Bukan hanya kelompok kecil yang menikmati. Maka logika pasar bebas sangat penuh dengan kezaliman. Filosofi pasar bebas semua bersaing di pasar, baik besar maupun kecil. Kita bukan anti-konglomerat, tapi konglomerat yang peduli dengan kelas menengah dan kelas bawah," katanya.
"Entah kapan-kapan dua program ini akan selesai," tambahnya.
Terakhir, yakni berkaitan dengan mempersatukan masyarakat dan bangsa. Terlebih usai perhelatan kegiatan politik.
"Ini paling berat Pak Presiden. Mensolidkan masyarakat, mensolidkan bangsa. Apalagi habis Pilkada, atau akan Pilkada, bagaimana menyatukan kembali, rekonsiliasi. Warga itu sebenarnya punya cara jitu, murah yakni majelis zikir, tahlilan, yang merupakan wadah mediasi. Politisi konflik dengan politisi, pedagang dengan pedagang, guru konflik dengan guru. Kyai nggak akur dengan kyai, kyai kecil itu, kyai pinggiran. Jadi tugas paling berat," jelasnya. [dtk]