Pakar Statistik IPB Beberkan Alasan Hasil Quick Count yang Berbeda Jauh dengan Real Count

Pakar Statistik IPB Beberkan Alasan Hasil Quick Count yang Berbeda Jauh dengan Real Count

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Pakar Statistik Institut Pertanian Bogor (IPB), Khairil Anwar Notodiputro membeberkan alasan mengapa hasil hitung cepat (quick count) sering memiliki hasil yang berbeda jauh dari real count (RC), Sabtu (30/6/2018)

Menurut Khairil, quick count (QC) adalah statistik yang berubah-ubah dari satu survei ke survei yang lain.

"Quick count itu adalah statistik. Hasil KPU adalah parameter. Selalu ada beda antara statistik dan parameter, Statistik itu berubah ubah dari satu survei ke survei yang lain. Karena itu hasil lembaga survei berbeda-beda. Perbedaan hasil itu adalah keniscayaan bukan keburukan," tulis Khiril melalui akun Twitter-nya, @kh_notodiputro.


Sementara jika ada yang sering bertanya mengapa hasil quick count berbeda dengan real count ada sejumlah faktor yang bisa menyebabkan hal tersebut.

Faktor tersebut bisa bersifat teori dan bisa berakibat mal praktek.

"Sering ada pertanyaan mengapa hasil QC berbeda dgn RC, bahkan bisa jauh sekali bedanya. Ada banyak faktor yang menyebabkan perbedaan itu. Bisa faktor yang bersifat teori dan bisa akibat malpraktek. Yang pertama tidak bisa dihindarkan, yang kedua bisa dihindarkan," tweet Khairil.



Khairil menambahkan quick count yang memiliki hasil yang berbeda jauh dengan real count tidak selalu salah.

Hal itu disebabkan secara teori, kesalahan seperti itu bisa terjadi walaupun peluangnya kecil.

Namun, kesalahan seperti itu bisa juga karena mal-praktek dalam pelaksanaan survei.

"Apakah QC yg beda jauh dgn RC berarti surveinya salah? Tidak selalu, karena secara teori kesalahan seperti itu bisa terjadi walau peluangnya kecil. Tetapi kesalahan seperti itu bisa juga karena mal-praktek dalam pelaksanaan survei," tambah Khairil.



Pakar statistik ini juga menambahkan perbedaan quick count yang jauh dengan real count juga bisa karena kenalakan lembaga survei.

Karena, lembaga survei itu ibarat pisau yang memiliki manfaat yang baik juga manfaat yang buruk.

"Apakah perbedaan QC & RC yang besar bisa karena kenakalan lembaga survei. Bisa karena survei itu ibarat pisau. Bisa untuk kebaikan seperti untuk memasak, tapi bisa juga untuk membunuh. Begitu juga sarung, bisa untuk dipakai sholat tapi bisa untuk gantung diri. Saya tidak tertarik membahas kenakalan itu," tambah Khairil.



Sementara, praktek statistik quick count yang tidak jujur bisa merusak ilmu pengetahuan dan mental masyarakat.

"Karena itu dalam twit ini diasumsikan tidak ada kenakalan. Praktek statistik yang tidak jujur merusak ilmu pengetahuan dan mental masyarakat. Bukan saya tidak paham soal praktek ketidakjujuran ini, tapi saya tidak tertarik. Saya bahas yang lurus2 saja, jalan yang lurus insya Allah berpahala," tulis Khairil.



Namun, pakar statistik ini menyangkal bahwa ia tidak memiliki ranah untuk berkomentar mengenai praktek kenakalan lembaga survei quick count.

"Selain itu saya soal kenakalan survei ini bukan ranah saya. Itu ranah praktek, biarlah dijelaskan oleh ahlinya Dr. @BurhanMuhtadi . Saya cuma guru dan pengamat yg berdiri di pinggir lapangan sambil sarungan pakai peci dan minum kopi," tungkas pakar statistik IPB ini.


[tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita