GELORA.CO - Meski Bank Indonesia (BI) telah menaikan suku bunga acuan atau 7 days reverse repo rate, namun nasabah kaya dengan nilai simpanan di atas Rp 2 miliar melakukan penarikan dan penutupan rekening pada Mei 2018.
Adapun berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah rekening nasabah dengan simpanan di atas Rp2 miliar berkurang 1.009 rekening hanya dalam satu bulan. Pada Mei 2018, jumlah rekening nasabah kaya mencapai 247.846 akun, sementara bulan sebelumnya masih 248.855 akun.
Penutupan rekening ini mempengaruhi nominal simpanan para nasabah kaya yang ditaruh di perbankan nasional. Jumlah nominal simpanan nasabah dengan saldo di atas Rp2 miliar pada Mei 2018 mencapai Rp3.051,04 triliun, turun Rp31,57 triliun dari bulan sebelumnya yang tercatat Rp3.082,6 triliun.
Nasabah kaya dengan saldo di atas Rp2 miliar memiliki porsi 0,01% dari total seluruh rekening nasabah yang tercatat sebesar 257,42 juta akun. Namun, nasabah ini menguasai 56,22% dari total nilai simpanan seluruh nasabah perbankan yang mencapai Rp5.404,97 triliun.
Sementara itu, jumlah nominal simpanan dalam valuta asing di perbankan nasional, meningkat 1,06% setara dengan Rp740,68 triliun pada akhir Mei 2018 dibandingkan dengan sebulan sebelumnya Rp732,88 triliun. Adapun jumlah rekening simpanan dalam Valas meningkat 2,10%, dari 1,01 juta akun menjadi 1,03 juta akun.
Pada Mei 2018, BI menaikan suku bunga acuan atau 7 days reverse repo rate sebanyak 2 kali, yakni pada tanggal 17 Mei dan 30 Mei. Meski demikian kebijakan moneter tersebut belum cukup menenangkan pasar, yang tercermin dari gejolak nilai tukar Rupiah dan arus keluar dana asing.
Pengamat anggaran sekaligus Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengaku sudah memprediksi bahwasanya pertumbuhan ekonomi tahun 2018 tak akan lebih baik dari tahun lalu yang berkisar 5,05 persen. Ia mengatakan penyebabnya ialah program pembangunan pemerintah itu sendiri.
"Pertumbuhan ekonomi ke depan akan terhambat oleh pembangunan infrastuktur yang begitu nafsu, dan tidak memperhatikan pembangunan sektor lain," kata Uchok di Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Uchok beralasan, pembangunan infrastruktur yang dikerjakan pemerintah selama ini hanya dikerjakan BUMN. Imbasnya, perusahaan swasta menjadi ngap-ngapan karena kalah lelang.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi menjadi terhambat karena pemerintah akan sibuk menggunakan anggaran untuk menambal utang luar negeri.
"Pada tahun 2017 saja, negara ini harus bayar utang dan bunga utang sampai sebesar Rp514 triliun," tandasnya.
Senada dengan Uchok, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyebut, laju ekonomi tahun ini masih sama dengan tahun ini, yakni berkisar 5 persen.
Faisal menuturkan penyebabnya adalah masyarakat masih akan menahan untuk berbelanja. Padahal, konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar produk domestik bruto (PDB), yaitu di atas 50 persen. "Kira-kira akan tetap seperti ini," kata Faisal.
Penerimaan pajak sebagai masukan bagi anggaran pemerintah, menurut Faisal belum bisa menjadi kartu sakti. Ia mengatakan pemerintah juga bakal kerepotan dengan ruang utang yang semakin sempit. [htc]