GELORA.CO - Skenario politik Partai Demokrat dua pekan jelang pendaftaran capres-cawapres 4-10 Agustus 2018 kian menarik untuk disaksikan. Kini, kekuatan yang terbentuk adalah Prabowo - SBY vs Jokowi. Bergabungnga PD ke kubu Prabowo membuat dua kekuatan ini imbang.
Partai Demokrat awalnya meminta kadernya di tingkat DPD turut memberikan masukan terkait siapa yang akan didukung oleh partai berlambang segitiga Mercy itu.
DPD Demokrat DKI Jakarta dan Jawa Barat sepakat mendukung Prabowo di Pilpres 2019 mendatang. Rekomendasi DPD Jabar dan DKI lahir pada Senin (23/7), ada dua poin yang direkomendasikan kepada DPP Demokrat. Pertama: berkoalisi dengan Gerindra, PKS dan PAN, dan kedua: mengusung calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Karangan bunga untuk Khofifah-Emil dari SBY. |
Berbeda dengan DPD DKI dan Jawa Barat, DPD Demokrat Jawa Timur justru menyarankan DPP Demokrat untuk mendukung Jokowi di pilpres mendatang. Ketua DPD Demokrat Jawa Timur Soekarwo menyebut, alasannya karena gubernur terpilih Khofifah Indar Parawansa telah terang-terangan mendukung Jokowi.
"Kalau saya mengusulkan ke pusat, gubernurnya yang diusung Demokrat (Khofifah) sudah mengambil keputusan mendukung Pak Jokowi. Jadikanlah, pertimbangan untuk mendukung Jokowi. Itu harus dijadikan variabel pertimbangan DPP,'' ujar Soekarwo di sela-sela Rakorda DPD Partai Demokrat Jatim, Minggu (22/7).
Sulit Berkoalisi dengan Jokowi
SBY akhirnya bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Selasa (24/7). Pertemuan ini sempat tertunda karena SBY harus dirawat di RSPAD Gatot Subroto akibat kelelahan.
Pertemuan SBY dan Prabowo di kediaman SBY, Kuningan, Jakarta, Selasa 924/7) |
Usai pertemuan, SBY menyiratkan sulitnya peluang Partai Demokrat untuk bergabung dengan koalisi Jokowi. Dia menyebut banyak hambatan yang terjadi selama komunikasi kedua belah pihak.
''Saya menjalin komunikasi dengan Pak Jokowi hampir satu tahun untuk juga menjajaki kemungkinan kebersamaan dalam pemerintahan Pak Jokowi, juga berharap Demokrat bisa di dalam koalisi,'' ucap SBY usai pertemuan dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya di Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7) malam.
''Tapi saya sadari banyak sekali rintangan, hambatan menuju koalisi itu,'' imbuh SBY.
Menyikapi hal ini pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno mengatakan bahwa pertemuan yang berlangsung tadi malam menunjukkan sinyal kuat Demokrat akan berkoalisi dengan Gerindra.
''Waktu pidato itu kan SBY bilang begitu, sebenarnya dia ingin jadi bagian koalisi Jokowi cuma banyak hambatan, langsung riuh rendah kan. Sepertinya memang kalau melihat aura konteks semalam cukup terbuka memang dan itu sebenarnya yang ditunggu oleh banyak orang,'' ujar Adi kepada kumparan, saat dihubungi, Rabu (25/7)
Adi menuturkan, respons dari kader Demokrat saat pertemuan tersebut juga menguatkan pesan yang disampaikan SBY. Adi menilai sebagai orang Jawa pertemuan tersebut cukup eksplisit (terang-terangan).
''Kalau kita orang Jawa melihat pertemuan sesama orang Jawa ya explisitly sih memang. Kalau melihat dari gesture aura dan respons yang hadir temen-temen Demokrat yang hadir di situ memang kecenderungan suasana hatinya ingin berkoalisi mereka itu. Coba Anda bayangkan waktu SBY sambutan hambatan masuk koalisi (Jokowi) itu kan langsung disambut tepuk tangan. Seakan-akan ya itu mengindikasikan bahwa SBY harus menempuh jalan lain,'' tuturnya.
''Itu pun ketika Prabowo menyanjung SBY bahwa AHY itu bukan harga mati untuk posisi cawapres. Itu mendapat respons yang luar biasa dari hadirin yang ada di situ. Itu menegaskan bahwa berbalas pantunnya kedua tokoh ini seakan akan menegaskan chemistry-nya sudah mulai terbangun,'' sambungnya.
Pilpres 2019 Akan Menarik
Adi menjelaskan, jika Demokrat resmi berkoalisi dengan Gerindra, Pilpres 2019 akan menarik. Pertarungan Jokowi dan penantangnya akan menarik sebab kekuatan relatif berimbang.
''Demokrat menjadi bagian dari Prabowo untuk melawan Pak Jokowi. Baru menarik ini pilpres. Kalau akhirnya Demokrat juga bagian dari pemerintah, ya enggak menarik ini. Enggak berimbang,'' jelasnya.
''Respons pasarnya saya kira bagus. AHY kan sejak melakukan tur Jawa, tur Banten, tur Sumatera, Kalimantan, dan seterusnya, posisi dia sebagai cawapres itu semakin meningkat elektabilitasnya. Saya kira pas untuk menambah elektabilitas Prabowo yang stagnan enggak naik karena memang Prabowo selama 5 tahun kan enggak ngapa-ngapain,'' ungkapnya.
Pertemuan Presiden Jokowi dan koalisi di Istana Bogor |
Cikeas-Hambalang vs Jokowi
Kendati demikian, Adi menegaskan, pertemuan Prabowo-SBY tadi malam tak berfokus pada siapa yang akan maju di pilpres, namun lebih pada bergabungnya dua kekuatan politik besar (Cikeas-Hambalang) untuk melawan Jokowi.
''Yang jelas bahwa koalisi Gerindra-Demokrat ini kalau terealisasi pilpres akan menarik karena dua kekuatan besar bersatu untuk menantang Pak Jokowi. Jadi, jangan dilihat sosok Prabowo-AHY-nya tapi ada dua kekuatan besar politik yaitu Cikeas dan Hambalang bersatu melawan Jokowi,'' tegasnya.
Di kubu Prabowo-SBY sendiri terdapat empat partai yakni: Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN. Sementara di kubu Jokowi terdapat enam parpol pendukung: PDIP, Golkar, NasDem, PKB, Hanura dan PPP.
Pertemuan Jokowi dan Prabowo di Istana Presiden |
Sebelumnya, Jokowi telah menggelar pertemuan dengan ketua umum partai pendukung di Istana Bogor, pada Senin (23/7). Pertemuan dihadiri Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum NasDem Surya Paloh, Ketum Golkar Airlngga Hartanto, Ketum Hanura Oesman Sapta Odang, Ketum PPP Romahurmuziy, serta Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Pertemuan tersebut telah menyepakati satu nama cawapres. Ketua Umum PPP Romahurmuziy mengatakan 6 parpol bersepakat memutuskan satu nama itu, dan menyerahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk mengumumkan sendiri nama tersebut.
"Tentang cawapres, koalisi bersepakat satu nama, karena itu waktu yang kita perlukan membahas ini cukup panjang 3,5 jam. Kita sepakat kepada Presiden untuk mengumumkan nama tersebut," ucap Romahurmuziy kepada kumparan, Senin (23/7)
Terhitung mulai hari ini, 10 hari menjelang pendaftaran capres-cawapres tanggal 4 Agustus 2019, publik menanti pertarungan politik seperti apa yang akan disuguhkan kedua belah kubu. Kita tunggu saja.[kumparan]