GELORA.CO - Wapres Jusuf Kalla (JK) tiba-tiba menjadi pihak terkait dalam gugatan Partai Perindo. Gugatan ini bertujuan agar cawapres tidak dibatasi. Manuver JK membuat kenegarawannya dipertanyakan.
Koordinator Relawan Golkar Jokowi (Gojo) Rizal Mallarangeng mengatakan gugatan terhadap Pasal 169 huruf N UU Pemilu 2017 sama halnya dengan mengutak-atik konstitusi. Jika dilakukan, maka hal itu akan membuka 'kotak pandora' yang berbahaya.
"Kalau sekarang pembatasan kekuasaan ini kita utak-atik, maka kita membuka 'kotak pandora' yang berbahaya. Hal ini akan menciptakan preseden buruk bagi pemimpin di masa mendatang," sebut Rizal.
Nah, dalam ranah hukum, pembatasan 2 periode ini pernah digugat ke Mahkamah Konstitisi (MK). Kala itu, Said Saggaf mau nyalon bupati lagi untuk ketiga kalinya. Tapi terhalang aturan jabatan maksimal 2 periode. Sebab, Said pernah menjadi Bupati Bantaeng 1993-1998 dan Bupati Mamada 2003-2008.
Tapi MK tidak goyah. Atas nama konstitusi dan semangat reformasi, MK memutuskan masa jabatan haruslah dibatasi maksimal 2 periode, meski jabatan itu tidak berturut-turut.
"Pembatasan demikian justru diperlukan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan prinsip demokrasi dan pembatasan kekuasaan yang justru menjadi spirit UUD 1945," tegas 9 hakim konstitusi dengan suara bulat," demikian bunyi putusan majelis MK pada 6 Mei 2008.
Putusan itu diketok oleh Jimly Asshiddiqie, HAS Natabaya, Abdul Mukthie Fadjar, Harjono, H.M. Laica Marzuki, I Dewa Gede Palguna, Maruarar Siahaan, Soedarsono, dan M Mahfud MD.
Dari parlemen, sindiran juga datang dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Menurut Fahri, JK lebih baik tidak maju lagi di pilpres mendatang.
"Saya adalah orang yang paling setuju JK tidak maju lagi. Karena dari sisi perspektif saya yang mengamati Islam. JK itu udah nggak bermanfaat lagi bagi perjuangan kelompok Islam dan hanya dipakai-pakai aja gitu. Mendingan nggak usah," kata Fahri Hamzah.
Di sisi lain, JK mengatakan dirinya sebenarnya sudah menyatakan akan istirahat dan memberi kesempatan kepada generasi yang lebih muda. Namun, dia melanjutkan, ada perkembangan di luar kepentingan pribadinya, ada perkembangan di Pemerintahan yang disebutnya membutuhkan kesinambungan.
"Sehingga banyak pembicaraan-pembicaraan awal yang kemudian meminta saya, tapi tergantung dari penafsiran MK, saya sendiri hanya ikut mempertanyakan penafsiran MK tentang UUD Pasal 7 itu. Kalau sudah ada hasil MK, itu baru berpikir lebih lanjut lagi, sementara ini hanya meminta penafsiran saja," ujarnya.
Lalu bagaimanakah akhir manuver JK? [dtk]