GELORA.CO - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas isu nasional, yang salah satunya soal Pilpres 2019, yang diharapkan bisa berlangsung secara damai, jujur, dan adil.
Pertemuan keduanya berlangsung di kediaman SBY di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (24/7) malam, yang berlangsung selama lebih-kurang 2 jam. Setelah berbincang, keduanya menggelar jumpa pers bersama dan langsung bicara tentang komitmen bersama untuk menyukseskan Pemilu 2019.
"Yang pertama, komitmen agar pemilu berlangsung damai, jujur, dan adil, peacefull, truth, and fair election. Kami bersepakat untuk berupaya dan berkontribusi bagi berlangsungnya pemilu, termasuk pilpres, yang benar-benar damai, jujur, dan adil," kata SBY dalam jumpa pers bersama Prabowo di kediamannya, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7/2018). Prabowo mengangguk-angguk saat SBY berbicara.
Bersama Prabowo, SBY sepakat mencegah politik identitas. SBY dan Prabowo juga sepakat mencegah politik SARA.
"Kami berkomitmen ikut mencegah jangan sampai politik identitas, politik SARA, secara ekstrem mendominasi pemilu, agar demokrasi kita tumbuh berkembang, makin berkualitas," ujar SBY.
Selain yang pertama soal komitmen pemilu damai, jujur, dan adil, SBY mengatakan hal kedua adalah pembahasan perkembangan situasi negara terkini. Pembahasan ketiga adalah soal kemungkinan koalisi PD dengan Gerindra.
Pertemuan tersebut juga membahas lima isu nasional. Bukan hanya isu ekonomi, SBY dan Prabowo juga berkomitmen mempertahankan ideologi negara.
"Kami membahas dengan serius perkembangan isu nasional empat tahun, utamanya permasalahan yang dihadapi dan dialami rakyat Indonesia. Disoroti lima isu nasional, akan dibahas one by one, satu demi satu," kata SBY, Selasa (24/7).
Soal isu ekonomi, SBY menyinggung tentang perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, di antaranya isu lapangan kerja, keseimbangan pembangunan manusia dengan infrastruktur, dan kebijakan pajak. SBY mengatakan keduanya akan berfokus pada kekuatan daya beli orang tidak mampu.
"Menyangkut ekonomi dan kesejahteraan rakyat adalah penghasilan dan daya beli golongan orang mampu, 40 persen kalangan bawah yang jumlahnya sekitar 100 juta orang itu jadi sorotan kami karena ada persoalan di situ," terangnya.
Kedua, menyinggung soal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi selama pemerintahan Jokowi. Mereka berharap penegakan hukum tak dijadikan alat politik.
"Kita harapkan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tidak tebang pilih dan bebas intervensi, dan hukum tidak menjadi alat politik," ujar SBY.
SBY juga menyinggung soal politik dan demokrasi dalam 4 tahun terakhir. SBY menekankan pihaknya dengan Prabowo sepakat menangkal hoax alias berita bohong.
"Ketiga, politik dan demokrasi. Kita sungguh berharap implementasi konstitusi dan UU Ketatanegaraan yang benar dalam kehidupan kita, juga pentingnya checks and balances antarnegara, termasuk independensi antarnegara legislatif, yudikatif, dan eksekutif, termasuk kebebasan pers, netralitas pemilu. Kami juga mendukung penertiban hoax," urai SBY.
Tak hanya itu, SBY dan Prabowo juga sepakat menjaga persatuan dan kerukunan di masyarakat. Mereka berkomitmen menjaga kebinekaan dan toleransi serta menegaskan menolak islamofobia.
"Keempat, kami menyoroti pentingnya menjaga persatuan, kerukunan sosial, dan sikap antiradikalisme. Persatuan bangsa penting untuk kita jamin dan jaga secara bersama. Juga kebinekaan dan toleransi. Kami sependapat kita tidak boleh membiarkan ekstremisme, kekerasan, terjadi di negara ini dengan dalih apa pun. Namun kami, Demokrat dan Gerindra, menolak islamofobia," ucapnya.
Terakhir, SBY dan Prabowo sepakat menjaga ideologi negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Mereka sepakat menolak berdirinya negara agama.
"Kami sepakat mempedomani dan menjalankan Pancasila dan UUD 1945. Jangan diragukan itu. Juga menolak dan mencegah upaya menghadirkan paham dan ideologi lain yang mengancam Pancasila dan UUD 1945, juga pikiran untuk berdirinya negara agama, karena bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi kita," tutur SBY.[dtk]