GELORA.CO - Setelah namanya masuk dalam daftar caleg PDIP, Kapitra mengungkapkan dirinya langsung dicap sebagai pengkhianat oleh Persaudaraan Alumni 212- demonstran yang dulu menuntut agar bekas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) diadili dalam kasus penistaan agama.
Meski dicap sebagai pengkhianat, Kapitra pantang mundur. Katanya, dia ingin membuktikan berjuang untuk Islam bisa tetap dilakukan meski lewat PDIP.
Berikut pernyataan Kapitra;
Jadi benar nih Anda nyaleg lewat PDIP?
Iya benar saya mencalonkan dari PDIP. Saya sudah dicalonkan oleh PDIP sebagai bakal calon legislatif. Meski demikian saya ingin persyaratan dari saya harus diakomodir.
Memang apa saja syaratnya?
Saya mengajukan tiga syarat. Antara lain saya harus menjadi jembatan kebaikan baik luar maupun dalam. Identitas keislaman saya harus tetap tegak berdiri. Dan aspirasi umat istilahnya 80 persen sebagai warga negara harus diprioritaskan.
Syarat Anda itu apakah disetujui oleh PDIP?
Ya iya dong. Kalau tidak untuk apa saya maju bacaleg dari PDIP.
Yang meminta Anda nyaleg siapa?
Dari PDIP yang meminta mencalonkan saya.
Berarti Anda sudah bertemu dengan Sekjen PDIP, Hasto Kristianto dong untuk urusan pencalegan?
Belum pernah.
Lantas siapa orang PDIP yang sudah menyetujui syarat-syarat yang Anda minta itu?
Adalah pokoknya orang-orang yang diutus PDIP.
Sepertinya Anda merasa pede banget nyaleg lewat PDIP pakai meminta syarat-syarat segala. Apa sih tujuan Anda memberikan syarat-syarat kepada PDIP itu?
Untuk menjaga perjuangan umat Islam. Negara ini didirikan agar umat Islam terjaga, diakui, dan dihargai eksistensinya. Sehingga tidak ada lagi kriminalisasi. Sekarang begini saja gula naik, semua naik, apa pesannya sampai ke Presiden atau tidak? Nah, kalau saya di dalam kan bisa disampaikan bagaimana ini kebijakan pemerintah? Sebentar-bentar kok barang naik. Jika aspirasi saya tidak digubris keluarlah saya, apa susahnya sih.
Kapan syarat itu harus dilaksanakan oleh PDIP?
Ya nanti dululah saya baru bacaleg. Syarat saya saja belum masuk. Sabar dulu sajalah.
Dengan memutuskan nyaleg melalui PDIP berarti Anda sudah siap dong dihujat oleh pendukung Habib Rizieq, mengingat posisi Anda saat ini boleh dibilang berlawanan dengan mereka?
Oh bukan hanya sudah siap, malah saya sudah dicaci dan dihina. Terlebih lagi saya dipanggil cebong. Untung saya tidak diseruduk Banteng di dalamnya, sementara di luar mau menyembelih saya. Ini fenomena tidak populer, namun bukan juga saya mencari popularitas. Anak dan istri saya saja tidak menegur saya sampai saat ini. Mereka tidak setuju dengan saya. Bahkan ada yang bilang saya meninggal tidak perlu dimakamkan, ya sudah bakar saja tidak apa-apa. Tapi saya akan buktikan bahwa yang saya perjuangkan mudah-mudahan tidak sia-sia. lihat saja yang terpenting adalah ijtihad.
Anda sepertinya hanya mencari sensasi saja nih?
Saya ingin tegaskan ini keputusan yang tidak populer. Kalau ingin mencari popularitas saya sudah populer sebelum bersentuhan dengan PDIP. Apalagi pencalonan saya bukan semata-mata menjadi caleg, tidak penting itu. Terpenting saya bisa berjuang dari dalam sehingga ada sinergitas antara berjuang diluar partai dan disambut oleh partai. Saya pernah bertemu Presiden. Kata Presiden "Pak Kapitra kenapa tidak dari kemarin minta bertemu?" Saya katakan Presiden kita aksi 212, 411 itu mau bertemu Pak Jokowi untuk menyampaikan aspirasi. Lalu dipotong Pak Wiranto. Sekarang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Jadi tidak semua aspirasi kita itu sampai pada kekuasaan, mengingat ada saja yang menghalangi. Maka dari itu saya korbankan diri saya agar saya bisa berjuang dari dalam membela umat Islam.
Maksudnya?
Orang yang tadinya cinta sama saya sekarang jadi benci. Jadi semata-mata untuk membela keislaman. Saya pun mencalonkan ke PDIP pakai syarat. Negara kita 80 persen muslim maka kepentingan Islam harus diprioritaskan. Saya harus menjadi jembatan kebaikan mengingat itu penting menurut saya. Kalau dimampukan maka saya mau. Kalau tidak saya langsung keluar dari PDIP.
Apakah sudah dapat restu Habib Rizieq Shihab?
Tidak ada yang setuju saya masuk PDIP, mana ada yang setuju. Makanya belum lama salah seorang ulama menghubungi saya katanya sedih dan kecewa sama saya. Akan tetapi tidak apa-apa biar waktu yang menentukan. Sebab saya ini tengah meneruskan perjuangan. Kalau di luar terus bagaimana perjuangan ini tidak ada yang menyambut di dalam.
Tapi akan komunikasi dengan Habib Rizieq perihal ini?
Terus komunikasilah.
Kabarnya Anda sudah tidak menjadi kuasa hukum Habib Rizieq?
Belum cabut kuasa. Kalau ada yang mengatakan sudah tidak menjadi kuasa hukum Habib Rizieq sejak enam bulan lalu itu salah.
Sudah menjelaskan perihal ini dengan Presidium Alumni 212?
Sudah komunikasi, semua itu tidak setuju. Saya masuk PDIP mengorbankan diri untuk umat agar berjuang di dalam.
Tokoh yang mendukung Anda nyaleg dari PDIP siapa?
Yang bisa memahami saya masuk PDIP ada Adiyaksa Dault, Fahira Idris, Edwin Fahira. Beliau ini orang-orang yang bisa memahami alasan saya masuk PDIP.
Anda merasa mengkhianati umat Islam dengan nyaleg lewat PDIP?
Kok saya dituduh mengkhianati? Saya ini ingin memperluas ladang amal kok. Masa saya (dituduh) berkhianat? Memangnya saya dapat apa?
Anda kerap mengkritik kebijakan Presiden Jokowi, lantas bagaimana nanti Pilpres 2019 PDIP memutuskan mencalonkan Jokowi lagi sebagai capres?
Oh tidak ada urusan saya kalau untuk 2019. Saya nyaleg itubukan semata soal nyaleg melainkan soal bagaimana terus berjuang memperjuangkan umat Islam dari dalam. Tidak ada urusan dengan yang lain.
Kalau Anda terpilih menjadi wakil rakyat PDIP dan Jokowi terpilih kembali, apakah Anda akan tetap kritis ketika pemerintah bersikap tidak pro terhadap umat Islam?
Syarat saya saja belum masuk sudah bicara kalau jadi.
Kenapa tidak nyaleg lewat partai lain?
Sekarang yang punya kekuasan PDIP. Sekarang masalah umat dan ulama dengan kekuasaan atau dengan siapa? Jadi kita itu harus berbaur dengan permasalahan maka di situlah kita mencoba untuk penetrasi.
[rmol]