GELORA.CO - Eks Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sadar betul kecil peluangnya ikut Pilpres 2019. Parpol-parpol sudah menetapkan jago masing-masing. Tak ada lagi partai untuknya. Kini, Sang Jenderal hanya menunggu mukjizat.
"Logika politik itu tertutup, padahal masih bisa disingkap juga. Keimanan saya, saya percaya ada takdir. Takdir itu masih ada, peluang itu masih ada," ujar Gatot menjawab pertanyaan pengamat komunikasi politik Effendi Ghazali mengenai kecilnya peluang Gatot di Pilpres 2019. Tanya jawab terjadi di acara diskusi serial 'Satukan Hati untuk Indonesia' di Jakarta Convention Center (JCC), kemarin.
Bergaya santai, Gatot menjawab pertanyaan dengan senyuman. Gatot memetakan peluangnya di Pilpres. Menurutnya, PDIP selaku partai dengan persentase terbesar di Pemilu 2014 sudah mencalonkan Jokowi. Diikuti partai pendukung seperti Golkar, Hanura, Nasdem, PKB dan PPP.
"Kemudian ketua partai lainnya maju jadi capres atau cawapres, partai satu lagi calonkan AHY sebagai capres atau cawapres. Maka logikanya, nggak ada lagi partai untuk saya," kata Gatot yang disambut tawa hadirin.
Di sisi lain, dia menyebut ada syarat ambang batas pencalonan presiden, yakni parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres-cawapres pada 2019. "Semuanya penuh. Padahal syarat calon presiden PT-nya 20 persen," katanya.
Meski sadar peluangnya kecil, Gatot tidak patah arang. Tetap optimis, percaya adanya takdir. "Takdir itu masih ada, peluang itu masih ada," ujarnya dengan semangat.
Di acara itu tidak nampak kesedihan dari raut Gatot. Dia selalu tersenyum. Dia bilang, senyum menjadi simbol optimisme. "Kalau orang optimis itu harus senyum," ungkap Gatot disambut tawa hadirin.
Seperti diketahui, bursa capres cawapres sedang condong mengangkat para pimpinan parpol. Selain kubu petahana, kubu oposisi juga demikian. Sekalipun Gerindra sudah menegaskan mengusung Prabowo sebagai capres, tapi partai koalisinya yakni PKS dan PAN belum bulat.
PKS memberikan syarat meminta kursi cawapres. Dua nama petinggi PKS yakni Ahmad Heryawan dan Salim Segaf Al Jufri sudah diajukan. Pun demikian dengan PAN. Ketum PAN, Zulkifli Hasan digadang-gadang menjadi cawapres. Artinya, hanya ada dua kubu yang muncul. Jokowi dan Prabowo.
Sementara poros ketiga belum terlihat. Pasalnya, Demokrat hingga berita ini dibuat belum memutuskan apakah berlabuh ke Prabowo atau Jokowi. Tapi, Demokrat punya AHY yang siap ditawarkan menjadi cawapres.
Guru Besar UIN Jakarta, Prof Andi Faisal Bakti menganalisa, sulit bagi Gatot berpartisipasi di Pilpres 2019. Bukan karena kualitasnya, melainkan belum adanya parpol yang bisa mengantarkannya ke posisi puncak.
"Gatot bisa di 2024, tergantung langkahnya ke mana. Bisa membuat partai baru atau bergabung. Menjadi kader Gerindra misalnya," ujar Andi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Andi, sebenarnya Gatot memiliki karakter mendulang suara. Dia bisa mengambil ceruk suara Islam yang selalu terpecah-pecah. Saat ini, tergambar sosok Gatot yang Islami namun nasionalis dengan latar militer. Masalahnya, Gatot tidak dilirik parpol yang ada.
Untuk diketahui, peluang Gatot di Pilpres sebenarnya tidak buruk. Bisa dilihat dari survei terkini, Median misalnya. Gatot bisa menjadi cawapres potensial dari partai oposisi.
"Posisi cawapres untuk Pak Prabowo itu ditempati Pak Gatot Nurmantyo dengan 34,1 persen dan yang kedua Cak Imin dengan 33,4 persen, kemudian di posisi ketiga ada AHY dengan suara 33,1 persen," kata Direktur Riset Median Sudarto saat memaparkan hasil survei di Restoran Bumbu Desa, Jl. Cikini Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/7).
Selain Prabowo dan Jokowi untuk posisi capres, ada nama Anies Baswedan dalam survei tersebut. Nah, dari hasil survei cawapres paling potensial untuk Anies adalah Gatot dan di posisi kedua ada AHY.
[rmol]