GELORA.CO - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon tak yakin bahwa Presiden RI Joko Widodo berani mengevaluasi kinerja Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly setelah terbongkarnya kasus korupsi pemberian fasilitas dan izin khusus bagi sejumlah narapidana yang melibatkan Kepala Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, Wahid Husein.
Apalagi, kata Fadli, Jokowi dan Yasonna berasal dari partai politik yang sama, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
"Apakah presiden (Jokowi) berani mengevaluasi itu ( Menkumham)? Karena ini kan menteri yang juga dari parpol pendukungnya," kata Fadli di Grand Hyatt, Jakarta, Senin (23/7/2018).
Sebagai pimpinan pemerintahan, Jokowi punya hak untuk mengevaluasi kinerja pembantunya di kabinet.
"Ditegur, apa diberi sanksi atau semacamnya," ucap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. Fadli juga menilai dengan berbagai kasus yang terjadi, Kemenkumham perlu mengevaluasi dan mengubah sistem pengelolaan Lapas yang ada.
"Supaya penyimpangan tidak terjadi terutama terkait narkoba dan lain-lain," kata Fadli.
Termasuk, kata Fadli, Kemenkumham perlu memastikan fasilitas Lapas yang memadai dan manusiawi bagi semua narapidana, tak terkecuali.
"Soal fasilitas harus lebih manusiawi lah untuk semua hukuman. Kalau misalnya fasilitasnya memadai kan tak ada orang yang meminta lebih," ucap Fadli.
Sebelumnya, KPK menangkap Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein pada Jumat (20/7/2018) malam.
Penangkapan bermula dari informasi masyarakat mengenai adanya dugaan jual beli sel tahanan dan jual beli izin keluar lapas.
Tim KPK menangkap Wahid dan istrinya Dian Anggraini, di kediaman mereka di Bojongasang, Bandung.
KPK juga mengamankan mobil Mitsubishi Triton Exceed warna hitam, mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar warna hitam, uang sebesar Rp 20.505.000 dan 410 Dolar AS.
Kemudian pada Sabtu (21/7/2018) dini hari, KPK menangkap Hendry Saputra, staf Wahid di kediamannya di Rancasari, Bandung Timur.
Di sana KPK mengamankan uang sebesar Rp 27.255.000. Pada waktu yang sama, KPK menangkap narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah di selnya. KPK mengamankan uang sebesar Rp 139.300.000 dan sejumlah catatan sumber uang.
Menurut KPK, Fahmi pelaku utama yang menyuap Wahid guna mendapatkan fasilitas dan izin khusus untuk keluar lapas. KPK menemukan fasilitas mewah seperti AC, kulkas, televisi, di sel Fahmi.
KPK kemudian bergerak ke sel Andri Rahmat, napi kasus pidana umum yang diduga membantu Fahmi melancarkan aksinya menyuap Kalapas.
Andri juga diamankan, beserta sejumlah uang senilai Rp 92.260.000, 1.000 Dolar AS, dan dokumen pembelian dan pengiriman mobil Mitsubishi Triton berikut kuncinya.
Di sel Andri, KPK juga menemukan sejumlah telepon genggam. KPK lalu menuju ke 3 sel atas nama narapidana Charles Jones Messang, Fuad Amin, dan Tubagus Chaeri Wardana.
Namun, keberadaan Fuad dan Tubagus tidak diketahui sehingga sel mereka disegel oleh KPK.[tribun]