GELORA.CO - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dipastikan telah memenuhi ketentuan untuk mengajukan pembebasan bersyarat pada Agustus mendatang. Hal itu dikatakan Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami di Lapas Cipinang, Jakarta, Senin (30/7).
Sri menyebut beberapa ketentuan pembebasan bersyarat yang telah dipenuhi Ahok yakni telah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidana. Ketentuan tersebut mengacu pada Pasal 14 ayat (1) huruf k Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan).
Diketahui sejak divonis dan dijebloskan ke penjara pada 9 Mei 2017, masa pidana Ahok sebenarnya telah melewati 13 bulan lebih.
"Sudah, (Ahok sudah penuhi syarat pembebasan bersyarat). Yang pasti (syarat pembebasan bersyarat) ada masa pidana dan lain-lain," ujar Sri.
Meski demikian, Sri mengatakan hingga saat ini Ahok belum mengajukan pembebasan bersyarat yang sebenarnya bisa ia dapatkan pada Agustus nanti. Terlebih, pihaknya juga belum menerima usulan pembebasan bersyarat secara manual maupun online dari Lapas 1 Cipinang.
"Kami sampai sekarang belum terima usulannya. Kalau sudah ada usulan (dari Lapas Cipinang 1) kita proses," ucapnya.
Ahok sejatinya bisa mendapat pembebasan bersyarat pada Agustus 2018. Namun, mantan orang nomor satu di DKI Jakarta itu ingin menjalani hukumannya sampai tuntas dan menolak pembebasan bersyaratnya.
Kakak angkat Ahok, Nana Riwayatie, membenarkannya. Nana menegaskan, Ahok dan keluarga betul-betul menolak status bebas bersyarat itu.
"Iya, benar bersyarat, namanya bersyarat, keluar 4 jam terus masuk lagi (asimilasi, pembinaan). Apapun itu istilah hukumnya, itu saya kurang tahu, tapi Pak Ahok enggak mau ambil. Enggak mau, karena enggak ada gunanya bagi dia," ujar Nana kepada kumparan saat dikonfirmasi, Rabu (11/7) lalu.
Diketahui Ahok harus mendekam selama dua tahun penjara di Lapas Cipinang, Jakarta Timur (dan hingga kini dititipkan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat) karena terbukti menodai agama. Vonis itu dijatuhkan atas pidatonya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, September 2016, yang dianggap menistai dan menodai Islam.[kumparan]